Berita Eksklusif

Peringati Hari Buruh dengan Kegalauan, Waswas Ancaman PHK

Selain persoalan upah yang hingga kini masih banyak yang di bawah upah layak, mereka juga was-was ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

Penulis: tribunkaltim | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUN KALTIM / JUNISAH
Sekitar 2.000 orang dari elemen serikat buruh dan serikat pekerja Kota Tarakan melakukan aksi turun ke jalan menuntut upah yang layak kepada Pemkot Tarakan, Jumat (20/11/2015), di depan Halaman Kantor Walikota Tarakan 

Laporan wartawan Tribun Kaltim, Cornel Dimas Satrio Kusbinanto, Muhammad Alidona, dan Rafan Arif Dwinanto

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Jelang Hari Buruh (May Day), 1 Mei, sejumlah buruh (pekerja) merasakah kegalauan.

Selain persoalan upah yang hingga kini masih banyak yang di bawah upah layak, mereka juga was-was ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak ekonomi yang tak menentu.

Bajur, salah satu pekerja perusahaan distributor engine saat ditemui Tribun mengaku khawatir dengan ancaman PHK.

Menurutnya, PHK menyasar pekerja yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun. Bajur termasuk di dalamnya.

Dengan gajinya sekitar Rp 2,4 juta, Bajur mengaku masuk kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BACA JUGA: Rayakan May Day, Kapolres ajak Buruh Makan

Parahnya lagi, akibat perekonomian yang lesu, perusahaannya tak lagi memberikan bonus. Biasanya ketika orderan lebih, perusahaan memberi bonus hingga Rp 10 juta per orang.

"Ya begitu sulit keadaannya. Dulu masih banyak servis mesin. Kira-kira dalam satu bulan satu site, 10-20 engine. Sekarang dikurangi, yang bisa jalan ya dipakai terpaksa, kalau sudah tidak bisa beroperasi, berarti langsung diperbaiki," ungkapnya kepada Tribun, Rabu (27/4/2016).

Bajur berharap pemerintah cepat tanggap mengantisipasi gelombang PHK yang tiap hari kian bertambah. Pengangguran paling banyak berasal dari sektor tambang batu bara dan minyak.

Paling tidak pemerintah bisa mencari alternatif lapangan pekerjaan lain bagi pengangguran tersebut.

"Mereka menganggur bukan karena tidak produktif, tapi karena keadaan yang memaksa mereka tidak bekerja. Semoga pemerintah bisa membuka lapangan kerja baru bagi mereka," kata Bajur.

BACA JUGA: Syahrudin: Selamat Memperingati May Day

Bekerja dengan gaji di bawah UMP rupanya tak hanya dirasakan karyawan swasta. Para Pekerja Tidak Tetap Harian (PTTH) Pemkot Samarinda pun mengalami hal sama.

Djumransyah, petugas di kolam renang Segiri Samarinda hanya mengantongi upah Rp 1,2 juta per bulan. Upah yang tentunya jauh dari kata layak untuk sejahtera.

Gaji sebesar itu, jelas tidak cukup untuk membayar kontrakan rumah, plus menghidupi anak dan istri.

Meski demikian, Djumran tetap setia melakoni pekerjaannya, memastikan masyarakat yang berenang di kolam tersebut tetap merasa aman dan nyaman.

"Cari kerja susah, apalagi jika pendidikan kita tidak tinggi. Ya disyukuri saja," kata pria dengan dua anak ini.

Sudah sekitar setahun lebih Djumran bertugas di kolam renang. Sebelumnya, Djumran ditempatkan di Stadion Segiri, sebagai pengawas, dengan gaji yang sama besarnya.

Untuk menutupi kebutuhan hidup, Djumran pun melakoni beberapa pekerjaan sampingan. GOR Segiri, tempat Djumran mengais rezeki kerap dijadikan lokasi kegiatan baik oleh pemerintah maupun swasta.

BACA JUGA: Gubernur Ini Janji akan Selalu Bela Kepentingan Buruh  

Djumran juga terbiasa membantu para juru parkir di sekitar GOR Segiri Samarinda jika sedang ada hajatan besar, misalnya pertandingan sepakbola. "Ya lumayan lah buat tambahan," sebutnya.

Di Hari Buruh, Djumran berharap pemerintah bisa menyejahterakan rakyatnya dengan memberi upah sesuai UMK. "Bukan saya sendiri. Saya berbicara demikian karena banyak teman yang bernasib sama seperti saya," tuturnya.

Halaman
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved