Ramadhanku
Musim Panas di Eropa, Inilah Tantangan bagi Mereka yang Berpuasa di Jerman
Pasalnya, jarak waktu subuh ke maghrib menjadi lebih panjang. Tahun 2016 ini jaraknya mencapai 18 jam.
TRIBUNKALTIM.CO -- Di Jerman, terdapat lebih dari empat juta pemeluk agama Islam. Meski tak banyak terlihat ornamen Ramadhan di negeri itu, tidak berarti tak ada yang menjalankan ibadah puasa di bulan suci ini.
Bagi mereka yang menjalankannya, tantangan terberat adalah ketika bulan puasa jatuh pada musim panas, seperti tahun ini.
Pasalnya, jarak waktu subuh ke maghrib menjadi lebih panjang. Tahun 2016 ini jaraknya mencapai 18 jam.
Baca: Di 4 Negara Ini, Umat Muslim Jalani Puasa Selama 22 Jam!
Banyak pendatang Muslim di Jerman yang bekerja di sektor gastronomi alias jasa boga. Sebagian besar mereka harus bekerja sambil berpuasa.
Di musim panas, saat suhu udara semakin panas, mereka tentu akan merasa letih dan lemas.
Umm Aziz yang bekerja di restoran mengakui kesulitannya dalam menjalankan ibadah puasa:
“Biasanya saya tiba di restoran tengah hari dan harus menyiapkan berbagai hidangan untuk malam hari. Pelanggan kami banyak yang keturunan Arab," kata dia.
"Setiap petang, mereka datang untuk berbuka puasa di sini, karena itulah saya menyiapkan berbagai jenis hidangan," sambung dia.
Pemilik sebuah restoran di kota Köln, Haider Omar, juga menceritakan kesulitannya dalam berpuasa.
"Saya harus mencicipi semua hidangan yang disiapkan, karenanya saya tidak berpuasa," kilah dia.
Haider tidak mau menyuruh orang lain mencicipinya. Dia khawatir rasa hidangannya akan berbeda.
Di bulan puasa, beberapa warung atau restoran, termasuk restoran Arab atau Turki tetap buka. Aroma kebab tetap tercium meski belum mendekati maghrib.
Nah, berbedanya jangka waktu berpuasa mendorong beberapa kaum Muslim untuk pulang kampung.
Imam Erol Pürlü dari Ikatan Pusat Kebudayaan Islam di Köln mengingatkan, "Dalam Islam berlaku aturan dasar, bahwa setiap orang tak akan dibebankan sesuatu yang tidak bisa mereka tanggung."