Kajian Ramadhan: Uang Muka yang Halal dan Haram
Syarat uang muka telah berlaku sejak dahulu kala, bahwa uang muka dibayarkan oleh pembeli dihitung dari harga jual.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Idealnya, transaksi jual beli yang dilakukan antara kedua belah pihak adalah saling menguntungkan. Perniagaan yang baik adalah memiliki asas suka sama suka. Dengan demikian, bila saudara Anda hanya rela menjual hartanya bila Anda melakukan suatu hal (syarat), maka wajib Anda bila hendak membeli tersebut untuk terlebih dulu memenuhi persyaratannya.
Ini semuanya bertujuan mewujudkan kerelaan yang merupakan asas utama setiap transaksi. Pada Kajian Muamalah dan Wirausaha Ramadhan di hari ke-14, Minggu (19/6), dibahas mengenai syarat dalam jual beli yaitu uang muka yang halal dan haram.
Persyaratan yang diberikan penjual kepada pembeli yang menginginkan barang yang dijual adalah sesuatu yang harus ditaati dengan kerelaan, agar transaksi jual beli ini mencapai asas suka sama suka. Salah satunya syarat yang umum diajukan penjual adalah uang muka atau DP.
Pembimbing kajian ustad Muflih Safitra Msc menjelaskan, apabila penjual sudah mensyaratkan uang muka dan pembeli mentaatinya, maka penjual tidak boleh menjual barang tersebut sampai batas waktu yang ditentukan. Syarat dalam jual beli itu diperbolehkan dengan catatan syarat tersebut tidak melanggar syariat.
"Jadi kalau sudah terima uang muka, maka meskipun banyak calon pembeli lain yang menawar barang tersebut, maka sang penjual tidak boleh menjual," ujar Muflih. Begitu juga dengan sikap pembeli, wajib mentaati persyaratan pembayaran setelah uang muka. "Jangan sampai sudah pembeli menolak banyak pembeli, di tengah perjalanan waktu, pembeli tidak jadi beli," ujarnya.
Syarat uang muka telah berlaku sejak dahulu kala, bahwa uang muka dibayarkan oleh pembeli dihitung dari harga jual. Namun bila pembeli membatalkan pembeliannya, maka uang muka ini tidak dapat kembali atau hangus.
Contohnya adalah praktik yang terjadi di zaman khalifah Umar bin Al Khattab yang meminta sahabat Shafwan bin Umayyah membangun penjara. Dengan peerjanjian bila khalifah Umar suka maka bangunan dibeli. Jika tidak maka khalifah memberi uang kepada Shafwan sebesar 400 dirham.
"Selain contoh di atas, hal ini juga bisa ditinjau dari logika. Persyaratan semacam ini selaras dengan keadilan. "Karena janji beli yang Anda utarakan kepada penjual seringkali menyebabkan penjual kehilangan momen yang tepat untuk memasarkan barang dagangannya. Jadi jelas kerugian yang akan ditanggung penjual jika pembeli membatalkan jual beli," kata Muflih. (*)