Antara Telkomsel, Smartphone, dan Ulap Doyo

Ternyata pengunjung yang datang ke stannya banyak yang suka dengan model busana Samantha Project.

TRIBUN KALTIM/TRINILO UMARDINI
Martha Nalurita, pemilik Samantha Project memasarkan produknya lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Terbukanya akses telekomunikasi di berbagai lokasi hingga pelosok tak dipungkiri membantu berkembangnya usaha-usaha kecil dan menengah. Terlebih di era digital seperti sekarang ini, orang berwirausaha tak perlu lagi memiliki modal puluhan atau ratusan juta rupiah. Cukup punya ponsel pintar dengan jaringan provider yang bagus, kita pun bisa meraih untung.

Di ruangan seluas 6 x 5 meter, Martha Nalurita dan dua pekerja wanita duduk lesehan. Sebagian lantai ruang tamu rumahnya di bilangan Balikpapan Baru, Kalimantan Timur dipenuhi kain dan alat-alat menjahit.

Dua mesin jahit listrik portable, satu mesin jahit obras, satu mesin jahit manual, manekin, dan satu set gantungan baju dipenuhi produk-produk lini busana karyanya.

Di sinilah Atha, demikian wanita berusia 34 tahun ini biasa disapa, berkarya. Selain menerima pesanan jahitan (modiste), ia juga mendesain baju, membuat pola, memotong kain, dan menjahitnya menjadi sebuah busana ready to wear dengan merk Samantha Project.

Di sela kesibukannya menjahit, sesekali, smartphone (ponsel pintar)-nya berbunyi. Ada pesan masuk di Blackberry Messenger (BBM), Facebook Messenger, atau Whatsapp-nya. Ternyata, produk-produk yang dipajangnya lewat Media Sosial (medsos) Facebook dan Instagram memiliki peminat.


TRIBUN KALTIM/TRINILO UMARDINI -- Martha Nalurita, pemilik Samantha Project memasarkan produknya lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram.

Baca juga: Ini Cara Telkomsel Mewujudkan Kegiatan Berinternet secara Positif

Di akun Facebook Samantha Project, ia memajang foto-foto produk karyanya yang etnik dan unik. Ia menjual busana dengan berbagai model dan kombinasinya. Blus origami, kimono mini (kimi), outer kimono lurik, shirt dari bahan belacu, shibori, batik Nusantara, bahkan ulap doyo -- tenun khas suku Dayak Benuaq di Kalimantan Timur.

Tenun atau kain ulap doyo merupakan seni menenun kain dari suku Dayak Benuaq di Tanjung Isuy, Kabupaten Kutai, Samarinda, Kalimantan Timur. Disebut doyo karena bahan utamanya adalah serat daun doyo. Daun ini dipilih sebagai bahan tenun karena seratnya yang kuat untuk dijadikan benang. Perempuan suku Dayak Benuaq membuat tenun dalam bentuk pakaian, tas, kemeja, celana, dompet, dan lain sebagainya.

Lantaran kekhasan produknya yang homemade, bernuansa tradisional, terbatas, dan terbuat dari bahan berkualitas, peminat pun berdatangan.

Samantha Project membanderol produknya di kisaran Rp 200.000 - Rp 400.000. Untuk blus minimal Rp 200.000 dan outer kimono lurik Rp 400.000.

"Lumayan, pasti ada saja yang terjual," kata Atha.

Saat ini, Atha memang masih mengandalkan toko online lewat media sosial. Ia belum berani membuka toko offline karena selain butuh dana yang besar, stok barang juga harus banyak.

"Paling lewat pameran saja," ujar Atha yang pertama kali mendapat tawaran pameran dari ajang Loop Pop Up Market gelaran Telkomsel pada Oktober 2015 di Mal Balikpapan Baru. Di ajang pameran itu, seluruh pembelian dilakukan lewat T-CASH.


HO/SAMANTHA PROJECT/IKHSAN BAMANTARA -- Mini fashion show atau trunk show lini busana Samantha Project di ajang Telkomsel Loop Pop Up Market di Mal Balikpapan Baru akhir Maret 2016.

Saat itu ia menyebar kartu nama menerima pesanan jahit dan memajang baju hasil karyanya.

Ternyata pengunjung yang datang ke stannya banyak yang suka dengan model busana Samantha Project. Bahkan mereka minta dibuatkan sesuai selera.

Halaman
123
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved