Tak Punya Rumah Singgah, Keluarga Pasien Seperti Pemulung

Dia mengatakan, masyarakat memilih bergotong-royong karena jika mengusulkan kepada pemerintah, tentu banyak kendala yang akan dihadapi.

HO
Tidak punya rumah singgah, keluarga pasien asal pedalaman Kabupaten Nunukan menunggu kerabatnya di sekitar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Malinau. 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru

TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Warga di pedalaman Kabupaten Nunukan di wilayah calon daerah otonomi baru Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya) memilih berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Malinau, ketimbang ke RSUD Nunukan di ibukota Kabupaten Nunukan.

Wakil Ketua Dewan Adat Dayak Agabag, Robet S Pdk mengatakan, secara geografis letak ibukota Kabupaten Nunukan yang begitu jauh membuat warga harus menempuh hingga dua hari perjalanan menunju ke RSUD Nunukan.

“Kalau berobat ke RSUD Nunukan ongkos yang dibutuhkan untuk perjalanan sekitar Rp 8 juta. Belum lagi biaya menunggu keluarga yang sakit karena tidak ada tempat menginap,” ujarnya, Rabu (9/11/2016).

Mengingat jarak, waktu dan biaya dimaksud, warga di Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Sembakung Atulai, Kecamatan Sebuku dan Kecamatan Tulin Onsoi lebih memilih berobat ke RSUD Malinau.

Dari perbatasan Kabupaten Nunukan di Mansalong, Kecamatan Lumbis menuju ke RSUD Malinau hanya ditempuh selama 45 menit.

“Sehingga 99,9 persen warga Kabudaya memilih berobat di RSUD Malinau,” ujarnya.

Meskipun lebih dekat dibandingkan harus berobat ke RSUD Nunukan, masyarakat setempat juga masih mengalami masalah.

Rumah singgah yang biasanya mereka tumpangi saat menunggu keluarga yang sakit, sejak awal 2016 justru dibongkar Pemerintah Kabupaten Malinau.

Pembongkaran itu terkait dengan renovasi bangunan yang nantinya hanya diperuntukkan bagi warga di Kabupaten Malinau.

“Sehingga masyarakat Kabudaya tidak ada lagi tempat masak dan menunggu keluarga yang sakit,” ujarnya.

Dalam kondisi seperti ini, mereka mencari tempat seadanya seperti di trotoar pinggir jalan untuk memasak.

“Kami seperti pemulung, padahal daerah kami kaya penopang APBD Nunukan hingga 70 persen,” ujarnya.

Prihatin dengan kondisi tersebut, komunitas masyarakat Kabudaya di Kabupaten Malinau urun rembug untuk mengatasi persoalan dimaksud.

Pertemuan diadakan di Desa Kamampising, Kecamatan Lumbis yang dihadiri seluruh kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemuda. Pertemuan dimaksud untuk menggalang dana.

“Kami bergotong-royong membangun rumah panti di dekat RSUD Malinau,” ujar Hendri S Pdk, Sekretaris Komunitas Masyarakat Adat Dayak Agabag di Kabupaten Malinau.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved