Dahsyat, Selama 2017 Ada Segini Kasus Uang Palsu yang Ditemukan di Kaltim
peredaran uang palsu tentunya dapat merusak keseimbangan keuangangan negara bila tak mampu dikendalikan
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani | Editor: Januar Alamijaya
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Peredaran uang palsu sudah jadi persoalan klasik sejak rupiah dipakai menjadi mata uang Indonesia.
Kendati pemerintah baru-baru ini mengeluarkan bentuk baru uang rupiah, namun tetap saja peredarannya masih terjadi. Di
Kaltim saja hingga Juli 2017, sekitar 217 lembar uang palsu terpantau beredar. Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan BI Provinsi Kaltim Muhammad Nur, Rabu (9/8/2017).
Kendati demikian Nur menyebut peredaran uang palsu di Kaltim dari tahun ke tahun semakin menurun.
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Positif tapi Sri Mulyani Minta Waspadai Hal Ini
Catatan pada 2015 lalu sekitar 850 lembar upal ditemukan beredar di Kaltim. Angka tersebut menurun menjadi 715 lembar di tahun 2016.
"Sekarang (2017) hingga Juli ini temuan uang palsu di Kaltim 217. Semoga hingga akhir tahun bertahan, setidaknya tidak lebih dari 400 lembar," katanya usai Sosialisasi di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, Rabu (9/8/2017) di Hotel Jatra.
Sementara Dirkrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Yustan Alpiani mengungkapkan sebanyak 153 personel Polri mengikuti sosialisasi BI yang dilaksanakan hingga Kamis (10/8/2017) besok.
"Dari penyidik, bagian keuangan, babinkamtibmas dan satker polres jajaran lainnya," ungkapnya.
Peredaran uang palsu menjadi salah satu bagian yang mendapat penekanan dalam berbagai pemaparan sosialisasi tersebut. Menurutnya, peredaran uang palsu tentunya dapat merusak keseimbangan keuangangan negara bila tak mampu dikendalikan.
"Kan ada yang baru (uang), aparat penegak hukum harusntahu mana uang asli dan palsu," tuturnya.
Baca: Wartawan Gedung Putih Enggan Meliput Keberhasilan, Trump Bikin Kantor Berita Sendiri
Selain itu, mereka juga mendapat wawasan terkait sistem pembayaran dan pengelolaan uang negara oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia.
"Menyangkut tindak pidana, seperti pencucian uang, penukaran valuta asing yang sekarang banyak disinyalir bisa disalahgunakan untuk tindak pidana seperti narkoba, terorisme dalam hal mengirim dana kepada para pelaku," bebernya. (*)