Sebanyak 15 WNI dan WNA di Balikpapan Kawin Campur
Hasbullah Helmi mengungkapkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 telah memperlonggar makna perjanjian perkawinan.
BALIKPAPAN, TRIBUN - Sekretaris Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Balikpapan, Hasbullah Helmi mengungkapkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 telah memperlonggar makna perjanjian perkawinan.
Disebutkannya, dalam hal ini Disdukcapil memiliki tugas penting dalam pelaksanaan keputusan MK tersebut, yakni Disdukcapil bertugas untuk meregistrasi dari perjanjian nikah. Artinya perjanjian nikah itu adalah suatu kesatuan dari administrasi pernikahan yang tidak boleh dipisahkan.
"Kalau kita lihat substansinya perjanjian nikah itu baik sekali untuk melindungi warga negara Indonesia, perjanjian pranikah sebelum dia mencetak perkawinannya bisa kita jadikan sebagai persyaratan wajib, jadi harus dibikin," katanya.
Menurutnya, dengan putusan MK itu, kini perjanjian tak lagi bermakna perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung.
Disebutkannya, Pasal 29 UU Perkawinan hanya mengatur perjanjian perkawinan yang dibuat sebelum atau saat perkawinan dilangsungkan. Namun bisa jadi karena alasan tertentu, suami istri baru merasakan adanya kebutuhan membuat perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan. Selama ini perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dengan akta notaris
"Ini kan intinya tentang Perjanjian pernikahan dengan adanya putusan MK di undang-undang itu hanya diatur tentang perjanjian pranikah, Nah sekarang dengan undang-undang MK putusan MK itu dilegalkan untuk perjanjian setelah pernikahan," kata Hasbullah Helmi pada Tribun.
Ia menambahkan berdasarkan data Disdukcapil hingga bulan September 2017 ini setidaknya ada sekitar 15 WNI dan WNA di Balikpapan yang telah melakukan perkawinan campur. (ald)