Selesaikan Konflik Perbatasan Bontang-Kutim, Komisi I Sepakat Tempuh Upaya Hukum
Polemik tapal batas Kota Bontang dan Kutai Timur memasuki babak baru. Komisi I DPRD Bontang sepakat menempuh upaya hukum
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Polemik tapal batas Kota Bontang dan Kutai Timur memasuki babak baru. Komisi I DPRD Bontang sepakat menempuh upaya hukum agar Kampung Sidrap, Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur dimasukkan dalam wilayah administrasi Bontang.
Keputusan tertuang dalam laporan Komisi I yang disampaikan Ketua Agus Haris di hadapan seluruh anggota dewan saat menggelar rapat kerja internal terkait hasil kajian tapal batas kampung Sidrap, Selasa (3/10).
Dalam laporannya, Komisi I merekomendasikan tiga poin. Pertama melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Nomor 47/1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Malinau, Kutai Barat, Kutai Timur dan Kota Bontang.
Baca: Pengurus “Simpan Pinjam Perempuan” Masuk Sel
Kedua, mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) melalui mekanisme Executive Review terhadap Permendagri Nomor 25/2005 Tentang Penentuan Tapal Batas Kutim, Kukar dan Kota Bontang.
"Poin terakhir, agar percepatan langkah ini didukung anggaran dari APBD Bontang tahun 2018," kata Agus Haris dihadapan seluruh dewan yang hadir.
Menurut politisi Gerindra ini, ada sejumlah celah hukum yang dapat digugat ke MA maupun MK. Diantaranya, mekanisme pembahasan penyusunan hingga pengesahan Permendagri No 25/2005 tak prosedural.
Pasalnya, sebelum disahkan draft Permendagri yang mengatur tapal batas Bontang dan Kutim tersebut tidak pernah disosialisasikan kepada warga yang bermukim di wilayah perbatasan, diantaranya warga kampung Sidrap.
Baca: Ternyata Begini Penampakan Wajah Keluarga Kardashian tanpa Dandan, Siapa yang Paling Cantik?
Selain itu, penetapan tapal batas berdasarkan jalur pipa gas milik Pertamina dinilai menyalahi tidak lazim. Sebab, tapal batas seharusnya mengacu pada batas alam, atau bangunan monumental yang disepakati. Sayangnya, batas antara Bontang dan Kutim hanya jalur pipa gas untuk kebutuhan industri PT Pupuk Kaltim.
"Soal tapal batas juga kami permasalahkan. Pipa gas milik Pertamina, sewaktu-waktu dapat berubah. Kemudian tidak ada bukti otentik bahwa Pertamina menyetujui pipa mereka digunakan sebagai tapal batas," ujarnya.
Dia mengaku mendapat mandat dari warga setempat untuk mengurusi polemik tapal batas ini. Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan warga sekitar untuk menerima hasil dari upaya hukum yang ditempuh. (*)