Arcandra Buka-bukaan Mengenai Sikap Pemerintah Menjawab Desakan DPR untuk Bangun PLTN
Bahasan dalam diskusi tadi tidak lagi membicarakan tentang peraturan dan regulasi, karena sudah terlalu sering dibahas, tapi seputar...
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memaparkan hasil diskusi pihaknya dengan berbagai pemangku kepentingan di DPR RI soal tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik di Indonesia.
Dia menyebutkan, beberapa kali wacana ini dikemukakan oleh anggota dewan tentang mengapa Indonesia tidak membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) hingga topik itu dibawa ke sebuah forum diskusi.
"Pihak yang diundang adalah semua stakeholder baik dari pemerintah, akademisi, maupun dari dunia usaha. Beberapa penggiat nuklir juga diundang, di antaranya dari Kementerian ESDM, Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ITB (Institut Teknologi Bandung), Menko Perekonomian, Kementerian Perindustrian," kata Arcandra dalam konferensi pers di kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/11/2017) malam.
Dia mengungkapkan, bahasan dalam diskusi tadi tidak lagi membicarakan tentang peraturan dan regulasi, karena sudah terlalu sering dibahas.
Diskusinya adalah seputar apakah Indonesia punya sumber daya untuk reaktor nuklir, bagaimana mendapatkan sumber daya yang dimaksud, teknologi yang digunakan, biaya membangun PLTN di Indonesia, hingga kesiapan masyarakat menerima PLTN.

Soal sumber daya, yang dimaksud Arcandra adalah uranium dan thorium. Dalam diskusi itu, dijelaskan bahwa yang paling memungkinkan untuk digunakan sebagai sumber daya PLTN di Indonesia nantinya adalah uranium.
Hal itu dikarenakan belum ada teknologi yang terbukti aman dan siap jika menggunakan thorium sebagai bahan baku PLTN. Menurut pihak Batan, thorium ke depan bisa dipakai tetapi butuh waktu hingga sepuluh tahun untuk memastikan kandungan tersebut aman digunakan.
"Berapa banyak technology provider yang mampu membangun PLTN? Sudah banyak, di dunia banyak sekali. Salah satu yang sudah datang ke kementerian adalah dari Rusia dan mereka pun sudah melakukan beberapa studi dan menyampaikan juga kira-kira ini biayanya berapa ya," tutur Arcandra.
Lebih jauh lagi, Arcandra juga menuturkan ada bahasan mengenai berapa besar biaya untuk pengeluaran modal jika PLTN dibangun di Indonesia. Meski pembicaraan sudah sejauh itu, Arcandra masih harus mengkaji lebih jauh berbagai macam aspek sebelum memastikan PLTN akan dibangun di Indonesia.
Komisi VII Minta Pemerintah Percepat
Komisi VII DPR RI mendorong pemerintah segera merealisasikan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Pasokan listrik saat ini belum maksimal dan kebutuhan terus bertambah, sementara jika mengandalkan energi terbarukan tidak akan cukup.
"Kita sudah kompak di komisi VII untuk mempercepat PLTN," ujar anggota Komisi VII Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi, disela-sela kunjungan kerja di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Badan Teknologi Nuklir Nasional (PSTA Batan) Yogyakarta, Rabu (14/9/2016).

Menurut Kurtubi, listrik adalah kunci untuk menjadi negara berkembang. Ia menilai bahwa kebutuhan listrik di Indonesia semakin bertambah, tetapi pasokannya masih kurang.
Komisi VII DPR RI mendukung dan mendorong program 35.000 MegaWatt dan energi terbarukan.