Transformasi Sosok Stephen Hawking, Sang Ahli Fisika dari Masa Muda hingga Menjelang Tutup Usia
Penyakit yang ia derita yakni amyotrophic lateral sclerosis (ALS) tak menghalanginya untuk tetap berkarya.
TRIBUNKALTIM.CO - Stephen Hawking menjadi sosok yang menginspirasi banyak orang.
Meskipun harus menderita kelumpuhan akibat penyakit neurodegeneratif progresif yang menyerang sel saraf di sumsum tulang belakang dan otak, Hawking mampu membawa beberapa teori terobosan baru di bidang fisika kuantum.
Penyakit yang ia derita yakni amyotrophic lateral sclerosis (ALS) tak menghalanginya untuk tetap berkarya.
Ia masih bisa membuat buku-buku yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Baca: Enam Prediksi Stephen Hawking yang Terdengar Gila, Termasuk Pengganti Manusia sebagai Penguasa Bumi
Satu di antaranya berjudul A Brief History of Time, masuk daftar buku terlaris Britania Raya versi Sunday Times selama 237 pekan.
Stephen Hawking didiagnosis menderita penyakit motor neuron, sklerosis lateral amyotrophic pada tahun 1963.
Penyakitnya tersebut membuatnya kehilangan hampir seluruh kendali neuromuskularnya.
Pada tahun 1985, ia terkena penyakit pneumonia dan harus dilakukan trakeostomi sehingga ia tidak dapat berbicara sama sekali.
Baca: Inilah 4 Pernyataan Kontroversial Stephen Hawking, No 4 Memberi Harapan Bagi yang Ingin Hidup Abadi
Seorang ilmuwan Cambridge membuat alat yang memperbolehkan Hawking menulis apa yang ingin ia katakan pada sebuah komputer, lalu akan dilafalkan melalui sebuah voice synthesizer.
Ahli fisika asal Inggris ini dikenal dengan temuan teori-teori kuantum fisika seperti teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking.
Stephen Hawking dilaporkan meninggal dunia pada Rabu (14/3/2018).
Baca: Berkaca dari Theory of Everything, Stephen Hawking Menolak Keberadaan Tuhan dan Surga
Ia meninggal di usianya yang menginjak 76 tahun di kediamannya, Cambridge.