18 Tahun Jadi Hakim, Artidjo: Hakim Itu Mimpi Dapat Hadiah Saja Tidak Boleh

CATATAN positif seorang Hakim Artidjo Alkostar melewati 18 tahun sebagai hakim tak mudah didapat.

Editor: Sumarsono
istimewa
Artidjo Alkostar 

TRIBUNKALTIM.CO - CATATAN positif seorang Hakim Artidjo Alkostar melewati 18 tahun sebagai hakim tak mudah didapat. Intergritas dan prinsip hidup menjadi pegangan Artidjo sehingga bisa melewati rintangan dan godaan menangani perkara-perkara besar.

ARTIJO mengaku dirinya sebagai seorang hakim selalu berpegangan menolak pemberian dalam bentuk apapun dari pihak manapun. Ia mengistilahkan, menjadi hakim itu tidak boleh mendapatkan hadiah meski hanya dalam mimpi.

"Kalau hakim itu tidak boleh bermimpi saja, mendapat hadiah itu ndak boleh, ndak boleh hakim," kata Artidjo di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, (25/5). Hal itu disampaikan Artidjo saat mendapat pertanyaan hadiah yang permah didapatkannya selama 18 tahun menjabat sebagai hakim MA.

Pria yang pensiun pada Selasa (22/ 50 lalu menyusul usianya genap 70 tahun itu mengaku penah menolak pemberian penghargaan atau award dari almamater kampusnya, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan sebuah kampus ternama di Jakarta.

Baca: Muzakir Terpilih sebagai Ketua Dewan Pendidikan Balikpapan

"Saya pernah mau diberi award dari UII dari almamater saya, saya tolak, saya tolak. Ada juga dari Jakarta, tidak perlu saya sebutkan, memberikan award juga, saya tolak juga," ungkapnya.Hakim yang pernah memutus perkara para koruptor ini membeberkan alasan kenapa menolak semua penghargaan itu.

Artidjo mengaku melakukan hal itu karena penghargaan seperti itu berpotensi mempengaruhi independensi seorang hakim. Ia sangat menjaga independensinya sebagai seorang hakim. "Hakim itu harus bebas dari harapan-harapan yang berpotensi untuk mempengaruhi independensi. Penghargaan ini, sebutan ini. Jadi, harus bersih, harus independen," tegas Artidjo.

Dalam catatannya, Artidjo telah menangani dan memutus hampir 20 ribu perkara atau tepatnya 19.662 perkara selama 18 tahun menjadi hakim agung. Dan rata-rata sebanyak 1.100 putusan diketok setiap tahunnya.

Artidjo mengenang, dirinya mendapat tugas menangani perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan orang nomor satu RI, Soeharto, tidak lama dilantik menjadi hakim agung di Mahkamah Agung (MA) Artidjo pada 2008. Pengalaman itu sangat berkesan untuknya mengingat saat itu arus publik menginginkan penguasa Indonesia selama 32 tahun itu dihukum.

"Waktu awal saya menjadi hakim agung tahun 2000-an saya pernah menangani perkara Presiden Soeharto. Waktu itu presiden Soeharto sakit, lalu ketua majelisnya itu Pak Syafiuddin (Kartasasmita) yang ditembak, kena tembak," kata Artidjo.

Baca: Merasa Dihakimi Secara Tidak Adil, Terdakwa Skandal Match Fixing Ini Ajukan Banding ke BWF

"Saya menjadi salah satu anggotanya dan waktu itu dianukan karena opini publik supaya berkas itu dikembalikan, tetapi keputusan di majelis karena Pak Soeharto itu harus tetap diadili tersebut dengan diakhirkan. Jadi ada argumentasi yuridisnya itu, dan publik saya kira menyambut baik," tambahnya.

Selain itu, awal karirnya sebagai hakim agung juga diisi dengan menangani kasus kasus gugatan pembubaran Partai Golkar pada 2001.

"Saya juga memegang tentang pembubaran Golkar. Pernah juga yang lain-lain. Kalau yang lain- lain itu saya kira ya tidak ada masalah. Presiden Soeharto ada saat ini apalagi presiden partai. Kan enggak ada masalah bagi saya. Tidak ada kendala apapun bagi saya," ungkap Artidjo.

Kasus lain yang juga menjadi perhatian masyarakat Indonesia yang pernah ditanganinya adalah kasus Bank Bali/BLBI Djoko S Tjandra, kasus bom Bali, Jaksa Urip Tri Guna, Anggodo Widjoyo, Gayus Tambunan, hingga kasus pembunuhan yang melibatkan Ketua KPK Antasari Azhar.

Selain itu, Artidjo juga hakim agung yang memberikan hukuman lebih berat untuk kasus korupsi Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, Anggota DPR Partai Demokrat Anggelina Sondakh, Ketua MK Akil Mochtar, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Politikus Partai Demokrat Sutan Bathoegana, hingga mantan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Djoko Susilo.

Baca: Diduga Suap Hakim Agung, Jupe Merasa Terpojok

Artidjo terkenal sebagai hakim yang 'galak' dalam menjatuhkan hukuman, terutama kepada koruptor. Dia menjadi momok menakutkan bagi terpidana kasus korupsi yang hendak mengajukan kasasi maupun PK ke MA.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved