Begini Saran Sekkot Samarinda kepada Pejabat yang Sudah Telanjur Terima Parsel
Sugeng Chairuddin mengatakan, jika larangan sudah tidak diindahkan, maka pejabat yang bersangkutan sudah melanggar etika.
Penulis: Doan E Pardede |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Surat Edarannya meminta agar pejabat negara tidak menerima hadiah apapun, termasuk parsel di perayaan hari Idul Fitri 1439/2018H.
Informasi yang dihimpun Tribunkaltim.co, Sabtu (9/6/2018), larangan dari KPK itu diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada UU itu, disebutkan penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya adalah dilarang, dan memiliki risiko sanksi pidana.
Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda, Sugeng Chairuddin mengatakan, jika larangan sudah tidak diindahkan, maka pejabat yang bersangkutan sudah melanggar etika.
Baca: Lama tak Terdengar Kabarnya, Manohara Kini Jalani Profesi Baru
Dan lebih jauh, hal itu juga memiliki konsekuensi hukum.
"(Tetap menerima parsel) berarti dia sudah melanggar etika," ujarnya.
Untuk parsel-parsel yang sudah telanjur diterima, sebaiknya dikumpulkan dan selanjutnya akan diserahkan ke pihak-pihak yang memang membutuhkan bantuan, salah satunya anak-anak yatim di panti asuhan.
Pengumpulan parsel ini nantinya bisa dilakukan oleh Sekretariat Kota (Setkot) Samarinda atau Inspektorat Daerah (Itda) Kota Samarinda.
Sugeng menuturkan, pemberian parsel ketika Idul Fitri memang merupakan hal biasa dalam sebuah pertemanan, atau dalam hubungan antar masyarakat.
Baca: H-6 Lebaran, Jumlah Penumpang KA Bandara Soekarno-Hatta Melonjak 2 Kali Lipat!
Namun karena seorang pejabat diikat dengan ketentuan yang mengatur seputar etika, dan juga sudah ada larangan khusus dari KPK, maka dia mengimbau agar seluruh parsel parsel yang terlanjur diterima dikumpulkan dan disumbangkan kepada yang membutuhkan.
"Agar tidak melanggar etika, sebaiknya disumbangkan," katanya. (*)