Nelayan Bentangkan Spanduk Protes di Ponton Batu Bara Perairan Manggar
Sebanyak sekitar 80 kapal nelayan Balikpapan melakukan aksi unjuk rasa di perairan Manggar, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Penulis: Budi Susilo |
Laporan Wartawan Tribunkaltim Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO BALIKPAPAN - Sebanyak sekitar 80 kapal nelayan Balikpapan melakukan aksi unjuk rasa di perairan Manggar, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Para nelayan protes atas kegiatan bongkar muat batu bara yang dilakukan kapal tongkang ke kapal tangker berukuran besar yang mengapung di tengah perairan Manggar.
Tribunkaltim menyaksikan kegiatan unjuk rasa para nelayan di tengah laut.
Ada dua kapal tangker besar yang menjadi sasaran aspirasi para nelayan.
Arus air laut begitu kuat, ombak tinggi. Perahu nelayan yang ditumpangi Tribunkaltim.co terombang-ambing membuat kepala sedikit berefek pusing dan mual.
Bahkan fotografer dan reporter Tribunkaltim Nalendro Priambodo sempat muntah-muntah karena ombak tinggi, saat perahu bergoyang dahsyat.
Baca: KPK Geledah Rumah Mewah Anak Wali Kota Blitar, Ini Kata Warga tentang Kegiatan Sehari-hari
"Saya mabuk. Ombaknya tinggi, goyanganya kencang. Agak pusing-pusing ini," tuturnya.
Saat rombongan nelayan tiba di titik tujuan, pihak kapal tangker dan tongkang tidak terlihat ada aktivitas pergerakan mengolah batu bara, namun para awak kapal tangker nampak berada di dek kapal.
Nelayan pun berkesempatan membentangkan spanduk protes yang berisi kritikan. Hal ini berlangsung sekitar pukul 10.30 Wita.
Tulisan itu berpesan bahwa, "Batu Bara Membunuh Nelayan." Dan ada juga bentangan spanduk bertuliskan, "Usir Tongkang Batu Bara dari Wilayah Tangkapan Nelayan."
Baca: Jauhi 6 Sikap Ini Ya Kalau Lagi Naksir Gebetan, Bisa-bisa Si Dia Kabur Loh. . .
Jarak tempuh ratusan nelayan Manggar menuju perairan laut sekitar 8 mil melakukan aksi unjuk rasa blokade kapal tangker batu bara.
Seorang nelayan di Manggar, Sakkirang, mengaku, ada kegiatan curahan batu bara dari ponton ke kapal tangker di perairan Manggar sangat mengganggu pencarian ikan.
"Sudah berlangsung sekitar lima tahun. Dahulu hanya satu kapal tangker sekarang ada dua. Dampaknya jadi lebih terasa," ujarnya. (*)