Judicial Review UU BUMN, Dua Komisaris BUMN tidak Menjawab Soal Khilafah
Dua Komisaris BUMN yang dihadirkan sebagai saksi ahli negara, tidak menjawab soal CSR untuk Khilafah/
JAKARTA-- Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonesia (TAKEN) menyesalkan dua komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak menjawab pertanyaan tentang dana CSR (Corporate Social Responsibility) BUMN yang banyak diberikan kepada gerakan khilafah di Indonesia.
Padahal dalam beberapa kali sidang sebelumnya di Mahkamah Konstitusi, pemerintah melalui kuasanya senantiasa meyakinkan bahwa CSR yang dilakukan oleh BUMN merupakan bentuk nyata dari implementasi Pasal 33 ayat 3 UUD NRI 1945 terkait dengan kemakmuran.
Kedua komisaris yang dimaksud adalah, Refly Harun yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Jasa Marga dan Revrizond Baswir yang menjabat sebagai Komisari Bank BNI. Mereka dihadirkan pemerintah sebagai Saksi Ahli dalam perkara gugatan konstitusional (judicial review) atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Baca: Uji Materi Ditolak MK, Ketua DPP Demokrat Makin Yakin JK-AHY Pas Berduet di Pilpres 2019
Baca: Sidang Yudicial Review, BUMN Jadi Penyebab Kemiskinan pada Masyarakat di Sekitar Lokasi Usaha
Baca: Letjen (Purn) Kiki Syahnakri dan Putut Prabantoro Ajukan Uji Materi UU BUMN ke MK
UU BUMN digugat oleh AM Putut Prabantoro dan Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri, pemohon perseorangan yang menganggap UU BUMN tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Pertanyaan kepada dua komisaris BUMN tersebut dilatarbelakangi oleh tudingan Wasekjen PBNU Sultonul Huda pada awal Juni lalu yang menyatakan CSR BUMN justru mengalir kepada komunitas pendukung khilafah dan anti-Pancasila.
"Kami secara tegas meminta kedua komisaris memberikan klarifikasi kepada sidang MK, yang dipimpin para negarawan ini, kebenaran tudingan tersebut supaya tidak jadi fitnah. Sebab selama ini belum ada klarifikasi resmi dari Kemeneg BUMN. Namun pertanyaan yang sangat penting itu tidak dijawab oleh Refly Harun dan Revrizond Baswir," Ujar Benny Sabdo Nugroho, Sekretaris TAKEN di Jakarta, Minggu (1/7/2018).

Menurut Benny, sikap diam dari kedua ahli pemerintah ini justru menciderai rasa keadilan masyarakat. Ia menegaskan negara dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban konstitusional, yakni menyejahterakan seluruh rakyat dan melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia. "Ketika dalam kenyataannya BUMN memberikan program CSR kepada gerakan khilafah. Maka BUMN-BUMN telah menghianati konstitusi. " tegasnya.
Alumnus Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI itu menjelaskan lebih lanjut, apa yang diimplementasikan oleh pejabat-pejabat BUMN sangat bertentangan dengan NAWACITA Presiden Joko Widodo sendiri, terutama poin 1, 8 dan 9 yang berbunyi:
• Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim (poin 1)
• Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia (poin 8).
• Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga (poin 9).

“Di saat, banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan, membutuhkan uang untuk bersekolah dan berobat ke rumah sakit, BUMN melalui CSRnya mendukung gerakah khilafah. Menurutnya, pemberian program CSR kepada gerakan khilafah sama dengan mendukung gerakan menggulingkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jadi Kemeneg BUMN dan BUMNnya jangan memandang remeh gerakan khilafah, mereka sangat militan dan terang-terangan dalam upaya mengganti dasar kita bernegara, yakni Pancasila," jelasnya.
Benny Sabdo juga menjelaskan, justru gugatan terhadap UU BUMN ini dilatarbelakangi oleh salah satunya agar rakyat Indonesia dapat mencapai kesejahteraan sebagaimana dimaksud UUD NRI 1945. Ada kaitan antara berkembangnya paham-paham radikal dan terorisme dengan kesenjangan kesejahteraan, sebagaimana yang diungkapkan Busyro Muqoddas.
Bahkan pada tahun lalu, dijelaskan Benny Sabdo lebih lanjut, Ketum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, DR. KH. Makruf Amin, saat membuka secara resmi “Kongres Ekonomi Umat 2017” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta (24/4/2017), menyatakan, kesenjangan ekonomi timbulkan radikalisme dan konflik sosial.