Kekeringan di Kulon Progo Yogyakarta Bertambah Parah, Tanah Retak dan Sumur Warga Mulai Mengering

Sungai hingga saluran irigasi pun kering. Daun gugur, tanah pecah-pecah, ladang tandus, pohon mengering, dan banyak yang sebentar lagi mati.

Editor: Doan Pardede
(KOMPAS.com/ DANI J)
Sungai hingga saluran irigasi di beberapa kecamatan di Kulon Progo mengalami kekeringan. Ribuan kepala keluarga terdampak kesulitan air bersih. BPBD Kulon Progo kini masih mengelola ratusan tangki air untuk membantu warga. 

Kekeringan di Kulon Progo Yogyakarta Bertambah Parah, Tanah Retak dan Sumur Warga Mulai Mengering 

TRIBUNKALTIM.CO - Kemarau panjang kian menyulitkan warga Dusun Tangkisan 1, Desa Hargorejo, Kokap, Kabupaten Kulon Progo di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Warga yang tinggal di perbukitan ini terpaksa menempuh ratusan meter demi memperoleh air bersih dari sumur-sumur yang belum kering.

Salah satunya, Kasmi, perajin gula aren dan petani ketela berusia 51 tahun.

Setiap pagi pukul 08.00, Kasmi harus mengambil air di sumur terdekat yang jaraknya lebih dari 100 meter.

Ia mengambil air 4 kali pulang pergi dari rumah ke sumur sambil menggendong jeriken berisi 20 liter air.

"Itu pun harus gantian dengan yang lain. Karena tak ada lagi sumur yang tidak kering. Banyak yang sudah kering sekitar sini," kata Kasmi, Sabtu (3/11/2018).

Alami Kekeringan 100 Persen, Pemerintah Australia Izinkan Petani Menembak Kanguru

4 Tahun Israel Dilanda Kekeringan, Menteri Pimpin Doa Minta Hujan

Kesulitan itu berantai ke lain hal. Warga lain, Noor Edi, seorang penderes nira berumur 41 tahun, menyampaikan bahwa kemarau ini berimbas pada produksi gula merah.

Penghasilan warga pun berkurang. Hampir semua warga Tangkisan yang sebagian besarnya penderes nira itu pun merasakan kesulitan keuangan akibat produksi gula merah yang berkurang.

Semua terasa sangat kering. Sungai hingga saluran irigasi pun kering. Daun gugur, tanah pecah-pecah, ladang tandus, pohon mengering, dan banyak yang sebentar lagi mati.

"Bambu sampai seperti ini (kuning) berarti tanah sangat kering," kata Noor Edi.

Tandan bunga pohon kelapa juga tidak maksimal menghasilkan nira. Hasil sadapan nira semakin sedikit dari waktu ke waktu. Noor Edi mencontohkan, rata-rata penderes bisa menyadap dari 15 pohon tiap hari pada hari biasa, tetapi kini hanya 5 pohon sehari. Alhasil, produksi gula juga berkurang banyak.

"Nira dari 10 pohon bisa menghasilkan sedikitnya 4 kilogram gula. Sekarang hanya menghasilkan gula dari 5 pohon. Turun lebih dari setengahnya," kata Noor Edi.

Cegah Kekeringan dan Gagal Panen, Gapoktan Usulkan Pembangunan Saluran Irigasi dan Jalan

HLPN Rusak, Nunukan Rawan Banjir dan Kekeringan

Kesulitan air bersih membuat warga terpaksa memanfaatkan sumur-sumur yang airnya masih sisa.

Noor Edi memiliki 2 penampungan air sebesar 4,5 kubik masing-masing. Ia menyedot air sumur ke penampungan itu.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved