Pilpres 2019

Bela Prabowo hingga HTI, Inilah Rekam Jejak Yusril Ihza Mahendra Melawan Jokowi

Keputusan Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara bagi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 mengejutkan banyak pihak.

KOMPAS.com/Kahfi Dirga Cahya
Yusril Ihza Mahendra di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (15/9/2016). 

Bela Prabowo hingga HTI, Inilah Rekam Jejak Yusril Ihza Mahendra Melawan Jokowi

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Keputusan Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara bagi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 mengejutkan banyak pihak.

Sebab, selama ini Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu kerap berada pada posisi yang berlawanan dengan Jokowi.

Bela Prabowo

Jejak Yusril Ihza Mahendra yang berada pada posisi bersebrangan dengan Jokowi bisa dilihat tak lama setelah Pemilihan Presiden 2014 selesai digelar.

Saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tak terima dengan hasil pilpres yang dimenangkan oleh Jokowi-Jusuf Kalla.

Prabowo-Hatta memilih menempuh jalur konstitusional ke Mahkamah Konstitusi.

Yusril Ihza Mahendra dipercaya oleh Prabowo-Hatta untuk memberi keterangan sebagai ahli dalam persidangan di MK.

Dalam keterangannya, Yusril Ihza Mahendra saat itu meminta MK jangan menjadi lembaga kalkulator yang berpatokan pada perhitungan angka-angka hasil pemilu.

2014 Bela Prabowo Subianto, Pilpres 2019 Yusril Ihza Mahendra Jadi Pengacara Jokowi-Maruf

Ia menilai, MK seharusnya memainkan peran lebih substansial dalam menangani perselisihan hasil pemilihan umum.

"Jika hanya mempermasalahkan penghitungan suara, MK akan menjadi lembaga kalkulator, karena yang dimasalahkan hanya berkaitan dengan penghitungan suara-angka belaka tanpa menilai apakah perolehan suara itu dilakukan dengan atau tanpa pelanggaran sistematik terstruktur serta masif atau tidak,” kata Yusril Ihza Mahendra saat itu.

Yusril Ihza Mahendra menilai, MK yang telah berdiri lebih dari satu dekade harusnya bisa memutuskan perkara ke arah yang lebih substansial yakni terkait legalitas dan konstitusionalitas pemilu.

MK harus bisa melihat apakah KPU telah melaksanakan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

"Karena tanpa itu siapapun yang terpilih presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa PHPU presiden dan wakil presiden kali ini Mahkamah sebaiknya melangkah ke arah itu," ujar Yusril Ihza Mahendra.

Pada akhirnya, saat itu MK memutuskan menolak gugatan Prabowo-Hatta.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved