Gempa Palu Dinilai sebagai Fenomena Supershear Langka, Ini Alasannya!

Dua studi membuktikan gempa Palu yang terjadi pada 28 September 2018 merupakan peristiwa gempa supershear langka.

LAPAN
Likuifaksi terjadi di wilayah Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/10/2018). 

TRIBUNKALTIM.CO - Gempa Palu di Sulawesi Tengah akhirnya dinyatakan sebagai fenomena Supershear langka.

Dua studi membuktikan gempa Palu yang terjadi pada 28 September 2018 merupakan peristiwa gempa supershear langka.

Setidaknya kurang dari 15 gempa yang bergerak sangat cepat dan sangat kuat pernah diidentifikasi.

Tak lama setelah gempa terjadi, tsunami setinggi 1,5 meter menghantam bibir pantai kota Palu dan Mamuju.

Karena peristiwa itu, lebih dari 2.000 orang kehilangan nyawa.

Mereka terseret ke lautan, terkubur dalam lumpur, menjadi korban likuefaksi, dan banyak yang dinyatakan hilang.

Tak heran, peristiwa ini dinobatkan sebagai gempa yang paling banyak menelan korban jiwa pada 2018 sejagad.

Para ilmuwan dari seluruh dunia pun terpikat ingin mengungkap misteri di baliknya.

Data satelit mengungkap bahwa pergesaran kerak bumi bertanggung jawab atas gempa berkekuatan 7,4 magnitudo yang muncul dengan kecepatan sangat tinggi.

Kecepatan gempa Palu inilah yang akhirnya menjelaskan peristiwa seismik dahsyat itu.

Hal itu dijelaskan dalam dua studi berbeda tentang guncangan 2018 yang terbit di Nature Geoscience.

Secara garis besar, kedua studi itu menegaskan bahwa gempa Palu merupakan gambaran nyata dari gempa supershear.

Gempa supershear merupakan gempa yang kecepatannya melebihi kecepatan gelombang geser seismik dan menyebabkan ledakan sonik.

Seperti kita tahu, semua gempa bumi dimulai dari satu tempat.

Tekanan tinggi pada keping-keping raksasa terbentuk dan akhirnya melemah sampai akhirnya melakukan pergeseran di sepanjang patahan.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved