Penelitian Simpulkan Selfie Berlebihan Masuk Kelainan Mental, Ada 3 Tingkatan Sesuai Keparahan

Hasilnya? Tim peneliti mengklaim bahwa kelainan mental “selfitis” ternyata memang nyata dan bisa dikategorikan.

Editor: Doan Pardede
Daily Mail
Ilustrasi selfie di ketinggian. 

TRIBUNKALTIM.CO - Tahun 2014, beredar kabar bahwa American Psychiatric Association menetapkan istilah “selfitis” untuk mengacu pada kelainan mental berupa kegemaran mengambil dan posting selfie secara berlebihan.

Kabar tersebut ternyata cuma hoax belaka.

Namun, sekelompok peneliti dari Notthingham Trent University dan Thiagarajar School of Management di India rupanya penasaran.

Mereka ingin mengetahui apakah femomena ini benar-benar ada.

Sebuah studi pun dilakukan dengan melibatkan responden 225 mahasiswa dari kedua kampus.

Hasilnya? Tim peneliti mengklaim bahwa kelainan mental “selfitis” ternyata memang nyata dan bisa dikategorikan.

“Kami nampaknya bisa mengkonfirmasikan keberadaan (selfitis) dan telah membuat ‘Skala Perilaku Selfitis’ pertama di dunia untuk mengevaluasi kondisi subyek,” tutur Dr. Mark Griffiths dari Departement Psikologi Nottingham Trent University.

5 Gejala Leukimia atau Kanker Darah Ini Sering Diabaikan dan Dianggap Sepele, Salah Satunya Memar

Usut Kasus Mafia Bola, Pelatih Persiba Balikpapan Ikut Dipanggil Satgas, Ini Keterangannya

Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari The Telegraph, Senin (1/1/2018), hasil studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Mental Health and Addiction itu membagi “Selfitis” ke dalam tiga tingkatan, tergantung keparahan.

Pria yang diselamatkan karena foto selfie
VT
Pria yang diselamatkan karena foto selfie

Pertama adalah “borderline Selfitis” di mana seseorang mengambil selfie setidaknya sebanyak tiga kali sehari, tapi tak mengunggahnya ke media sosial.

Kedua, “Selfitis akut”, yakni menjepret selfie, juga setidaknya sebanyak tiga kali, kemudian mengunggahnya ke media sosial.

Dua Nelayan Sempat Dikabarkan Hilang, BPBD Keluarkan Peringatan Waspada di Perairan Bontang

Setahun Meninggalnya Nusyirwan, Kursi Wawali Samarinda Belum Terisi, Begini Progres Terbarunya

Tahapan ketiga yang paling parah adalah “Selfitis kronis” di mana seseorang memiliki dorongan untuk terus-menerus menjepret selfie sepanjang waktu, lebih dari enam kali tiap hari.

Contoh-contohnya seperti “Saya merasa lebih populer ketika posting selfie di media sosial” atau “Saat tidak mengambil selfie, saya merasa terasing dari grup”.

Studi menyimpulkan bahwa, dari ke-225 responden, 34 persen memiliki “borderline Selfitis”, 40,5 persen “selfitis akut” dan 25.5 persen “selfitis kronis”.

Ilustrasi selfie
 
Ilustrasi selfie

Responden berjenis kelamin pria cenderung lebih rawan menunjukkan selfitis daripada perempuan, yakni 57,5 persen berbanding 42, persen.

“Kami harap akan ada riset lanjutan untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana dan kenapa orang-orang mengidap perilaku obsesif ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk menolong orang-orang yang menderita paling parah,” sebut Dr. Janarthanan Balakrishnan dari departemen psikologi Nottongham Trent University.

Ingat! Ada 5 Harpitnas, Libur Nasional & Cuti Bersama 2019 Lebih Sedikit, Cek Daftarnya

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved