Isu Pengarahan Dukungan ke Paslon Pilpres 2019, Polda Kaltim Jamin Netralitas tak Terganggu
Isu pengarahan dukungan yang dilakukan korps coklat berhembus ke permukaan (publik).
Penulis: Muhammad Fachri Ramadhani |
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Netralitas institusi keamanan negara tengah digoyang beberapa hari sebelum pemungutan suara 17 April 2019 mendatang.
Isu pengarahan dukungan yang dilakukan korps coklat berhembus ke permukaan (publik).
Hal ini tak lepas Usai AKP Sulman, mantan Kapolsek Pasirwangi secara kontroversi mengemukakan ke publik adanya perintah pimpinan terstruktur kepada perangkat Polri mengarahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon (paslon) yang berlaga di Pilpres 2019.
• Hellboy Remake Tuai Kritikan Pecinta Film di Balikpapan, Gegara Dianggap Banyak Sensor
• Update Kasus Mutiasi Guru Honorer - Pelaku Ditangkap, Bagian Tubuh Korban Ditemukan di Sungai
• Satu per Satu Fakta Mulai Terkuak, Kini Tagar #AudreyJugaBersalah Trending Topic di Twitter
Namun, pernyataan kontroversial tersebut telah diklrafikasi langsung oleh dirinya sendiri, dengan dalil saat penyampaian tersebut dirinya terbawa emosi lantaran dimutasi jabatan oleh Kapolres setempat.
Bagaimana di Kaltim? Saat dikonfirmasi Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Ade Yaya Suryana menegaskan bahwa Polri-TNI netral.
Tak akan terganggu dengan isu yang keburu muncul di lingkup nasional.
Menurutnya, hak politik anggota Polri dicabut sesuai dengan UU yang berlaku. Sebab itu ia menjadi bagian netral di setiap even politik. Terkecuali keluarga atau purnawirawan Polri yang secara hukum mempunyai hak politik.
"Ada oknum itu kasuistis, itu tak mewakili organisasi. Tak ada perintah organisasi secara terstruktur, maupun regional berpihak kepada salah satu kelompok paslon maupun caleg. Saya tekankan lagi Polri dan TNI netral," ungkapnya.
• Sinopsis Drama Korea 100 Days My Prince Tayang Jumat 12 April, Putra Mahkota Dilarang Pergi
• Bisa Pre-Order 12 April di Indonesia, Ini Harga Huawei P30 dan P30 Pro Plus Spesifikasinya
• Prakiraan Cuaca BMKG di Balikpapan Jumat (12/4/2019), Catat Hujan Petir di Kawasan Ini
Kendati demikian, dirinya tak menampik fungsi intelijen memang giat mengumpulkan data dan informasi di masyarakat jauh sebelum pemungutan suara Pemilu 2019.
Namun, hal tersebut dilakukan untuk menyerap data faktual di lapangan, menyusun langkah atau strategi pengamanan wilayah.
Dijelaskan Ade Yaya yang juga mantan Wadir Intel Polda Kaltim, data intelejen itu informasi penting. Polri membuat operasi khusus kepolisian setiap gelaran Pemilu baik Pilkada, Pileg dan Pilpres.
"Sebelum kita buat rencana operasi, kita harus punya data intelijen. Salah satunya mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya di masyarakat," ujarnya.
Data intelijen itu disedot semua, bertujuan untuk memberikan gambaran nyata di masyarakat. Barulah Polri menyusun perencanaan berdasarkan kesimpulan data lapangan, biasanya mengukur tingkat kerawanan masing-masing daerah.
"Oh Balikpapan seperti ini, Kaltim seperti ini. Sehingga akan muncul gambaran kerawanan itu. Ada pola-pola yang dijadikan strategi pengamanan Kamtibmas. Bukan dalam rangka dukung mendukung," tegasnya sambil tertawa.
• Link Live Streaming - 7 Wakil Indonesia Perebutkan Tiket Semifinal Singapore Open 2019
• Pencoblosan 5 Hari Lagi, 9 Lembaga Survei Menangkan Jokowi dan 4 Survei Unggulkan Prabowo
• Davin Kirana, Caleg Surat Suara Tercoblos,Itu Anak Dubes Malaysia dan Bos Lion Group
Ia juga menegaskan Polri secara kelembagaan tak mempunyai sistem untuk turut campur dalam kaitan penghitungan suara Pemilu. Pengamanan distribusi logistik pemilu, pengamanan TPS, hingga surat suara tercoblos, di sana letak tugas dan tanggungjawab Polri.
"Kami hanya lakukan Pengamanan di TPS, tak terstruktur menghitung suara. Menghitung saja tak boleh apalagi mengarahkan suara. Itu bagian dari netralitas," jelasnya. (*)