Pemilu 2019
Partisipasi WNI di Luar Negeri Meningkat, Mahfud: Mereka Sadar Masa Depan Bangsa Dipertaruhkan
Mahfud MD menilai, ada sisi positif yang bisa diambil dalam kekisruhan pemungutan suara Pemilu 2019, di sejumlah TPS di luar negeri.
TRIBUNKALTIM.CO - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai, ada sisi positif yang bisa diambil dalam kekisruhan pemungutan suara Pemilu 2019, di sejumlah TPS di luar negeri.
Ia yang ditemui usai diskusi Millenial Memilih mengungkapkan, tingkat partisipasi pemilih jauh meningkat dibanding pemilu sebelumnya, di mana WNI rela mengantre berjam-jam di depan KBRI, maupun menginap di Wisma KBRI.
"Ini artinya apa? kalau dilihat positifnya ada kesadaran mereka (WNI) sekarang antre untuk memilih. Dulu mereka tidak peduli, sekarang mereka tahu masa depan bangsa ini sedang dipertaruhkan. Oleh sebab itu, mereka mau antre sampai terlambat, sampai terlantar, sampai panitianya kewalahan itu segi positifnya," ujar Mantan Ketua MK ini di restoran kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).
"Begini kericuhan kalau itu sifatnya pelanggaran itu bisa diselesaikan oleh KPU maupun oleh Bawaslu. Kalau ada tindak pidananya itu ada ada hukum pidananya sendiri," ujarnya.
Sejumlah kejadian terkait pemilu di luar negeri muncul dipermukaan.
Pertama, dugaan temuan surat suara yang telah tercoblos di Selangor, Malaysia.
Kemudian, tidak terakomodirnya WNI yang akan pemilih di Sydney, Australia.
Situasi di Sydney
Deretan fakta-fakta ratusan Warna Negara Indonesia (WNI) yang berada di Syndey, Australia batal mengikuti Pemilu 2019 atau golput.
Sebagai informasi, Pemilu 2019 di Sydney dilakukan serempak pada Sabtu (13/4/2019), dua hari lalu.
Ketua Panitian Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Heranudin mengaku pihaknya telah melapor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait masalah tersebut.
Berikut rangkuman dari berbagai sumber, fakta tentang WNI di Sydney yang terpaksa golput.
1. Massa membeludak
Ketua Panitian Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney, Heranudin mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membludak.
Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.
Ratusan WNI yang 'terpaksa' golput ini berstatus daftar pemilih khusus (DPK).