Seru Debat Habib Bahar Smith-Profesor Saksi Ahli: Soal Zinah hingga Hukum Islam dan Hukum Negara
Ada yang menarik dari sidang lanjutan penaganiayaan dua remaja dengan terdakwa Habib Bahar bin Smith, Kamis (2/5/2019).
Serunya Debat Habib Bahar Smith dengan Profesor Saksi Ahli: Dari Soal Zinah hingga Hukum Islam-Hukum Positip
TRIBUNKALTIM.CO, BANDUNG - Ada perdebatan yang menarik dari sidang lanjutan dengan terdakwa Habib Bahar bin Smith, Kamis (2/5/2019).
Sidang dugaan penganiayaan terhadap dua remaja dengan terdakwa Bahar bin Smith itu kembali digelar di gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung.
Sidang kali ini dihadiri saksi ahli pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Prof Nandang Sambas.
Dalam sidang tersebut Bahar bin Smith diberikan kesempatan oleh Hakim untuk bertanya kepada saksi ahli terkait hukum Islam yang dianutnya.
Berikut pertanyaan Bahar bin Smith dan jawaban saksi ahli, yang berujung pada perdebatan.
Awalnya Bahar bertanya kepada saksi ahli Nandang perihal pernikahan suami istri yang menjadi perumpamaan di awal pertanyaanyaan.

Bahar: Suami istri menikah secara KUA sah, tetapi cerainya menurut agama. Setelah bercerai, si perempuan itu selesai masa iddah kemudian menikah dengan laki-laki lain tetapi secara siri bukan secara KUA.
Berarti dalam status negara suaminya yang dulu itu kan masih suaminya, dia melaporkan bahwa istrinya ini melakukan perzinahan, itu termasuk hukum pidana tidak?
Nandang: Zinah itu berzinah. Pidana (hukumnya).
Bahar: Sedangkan di dalam Islam, ini bukan perzinahan. Sebab mereka telah resmi menikah menurut agama. Ini yang saya tanyakan, perumpamaan, pertanyaan saya seorang anak di dalam Islam tidak bisa disebut anak.
Tapi dalam hukum negara disebut anak. Bagaimana menurut Anda?
Nandang: Ya betul saya punya menulis buku satu tentang model peradilan anak.
Di sana ada kualifikasi batasan usia. Di indonesia sendiri belum ada batas standar dewasa. Adat agama dan hukum saja berbeda-beda.
Apalagi sebelum adanya undang-undang 35 (perlindungan anak). Beda-beda. Bahkan ada yang menyebut (batas) 15 tahun untuk korban perempuan.