Juru Kunci
BAHASA Jawa mengenal istilah juru kunci alias juru kuncen. Tugasnya membuka pintu gerbang makam, secara umum sebagai penjaga makam.
Tugas lainnya adalah menyiapkan sapu lidi, cetok, ember air. Biasanya dia membantu para keluarga membersihkan makam. Dari situlah para juru kunci itu mendapatkan upah. Tentu namanya upah, ala kadarnya. Tidak ada tarif khusus, semua tergantung dari dari keikhlasan para pengunjung makam.
Pada hari-hari tertentu para juru kunci makam juga merasakan suasana panen rezeki. Misalnya menjelang bulan puasa atau Lebaran atau hari-hari tertentu misalnya Jumat Kliwon.
Kata juru kunci juga berlaku di arena olahraga. Kata ini merupakan predikat bagi peserta tanding atau lomba yang berada di posisi paling akhir. Memang tidak ada hubungan apapun antara juru kunci makam dengan juru kunci bidang olahraga. Tetapi keduanya mengandung frase tidak beruntung.
Semangat Garuda di Dadaku, kemarin menggema gegap gempita. Sekitar 60.000 tiket ludes, suporter membanjiri Gelora Bung Karno. Tak mau ketinggalan sebagai Kepala Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun rela membeli 68 tiket untuk keluarga istana. Tak lain tentu ingin memberikan spirit atau sekadar ingin mengetahui kehebatan Kepak Garuda yang membahana, apalagi Boaz Salosa sebagai salah satu striker andalan Indonesia sudah bersumpah akan membuat kejutan bagi Bangsa Indonesia.
Kita semua memang terkejut bukan alang kepala! Karena Tim Garuda di bawah asuhan pelatih import dari Belanda, Wim Rijsbergen sekaligus sebagai tuan rumah dipermalukan oleh lawan dengan skor 0-2.
Sungguh mengecewakan! Penonton menaruh begitu besar harapan akan mendapatkan kepuasan serta meneguk setitik embun atas dahaga kemenangan, faktanya harus gigit jari dan cuma bisa bikin onar.
Stadion itu menjadi gemuruh, agak kacau. Karena petasan mulai beraksi. Susana tidak enak, akhirnya Presiden SBY dan rombongan pun memilih meninggalkan stadion ketika pertandingan Indonesia vs Bahrain belum usai. SBY kecewa karena suporter Merah Putih mulai menyalakan petasan ketika Timnas ketinggalan 0-2 dari Bahrain.
"Ya kita lihat sendiri, kaya gitu petasan-petasan. Sudah beberapa kali diimbau tidak mau berhenti. Sekarang saya tanya, wartawan nyaman nggak dengan nonton seperti itu?" kata Mensesneg Sudi Silalahi saat ditanya alasan SBY dan rombongan meninggalkan stadion.
Sudi berjalan di belakang SBY saat rombongan meninggalkan stadion. "Saya kecewa pada tingkah laku suporter," timpal orang kepercayaan SBY ini.
SBY meninggalkan kursi VVIP di balkon stadion saat pertandingan memasuki menit 70-an. SBY yang mengenakan kemeja merah putih itu meninggalkan stadion saat Timnas ketinggalan 0-2 dan para pendukung Timnas di GBK mulai menyalakan petasan. Menyalakan petasan dalam pertandingan adalah sesuatu yang dilarang FIFA.
Pada menit ke-75, wasit asal Korea Selatan, Lee Min Hu, menilai suara petasan yang dinyalakan suporter Indonesia mengganggu jalannya pertandingan. Namun, setelah melakukan konsultasi dengan match commissioner dari AFC, wasit Min Hu kembali melanjutkan pertandingan.
Kita tidak bisa menyalahkan siapapun termasuk sikap Presiden SBY, serta para tim Garuda Indonesia yang sudah berjuang habis-habisan tetapi itu adalah hasil maksimal. Tidak ada yang patut diperbincangkan, kecuali satu bahwa technical skill para pemain Indonesia yang sudah hebat itu masih di bawah kepiawaian pemain Bahrain dan juga Iran. Dalam dua kali pertandingan tandang dan kandang, Garuda menelan kekalahan, sehingga sekarang ini menduduki posisi juru kunci.
Namanya juru kunci, maka satu-satunya cara agar bisa membalik keadaan adalah berharap dari keikhlasan para lawan-lawanya kelak. Misalnya, dalam pertandingan lanjutan tim lawan WO, atau teralang ikut pertandingan. Atau ada tim lawan yang secara sukarela mau 'mengalah' kepada Indonesia dengan skor 0-7.
Namanya orang berharap dari keikhlasan, kondisi ini bisa saja terjadi. Tetapi itu semua adalah mimpi konyol dan bukan budaya profesional dan bukan pula sistem pertandingan sepakbola. Bangsa ini harus berjuang keras agar bisa membentuk sebuah tim profesional yang diakui kematangan teknis bermain secara individual maupun tim.
Kalah menang dalam olahraga itu biasa, tetapi kalau selalu menjadi juru kunci, maka kita segera mawas diri. Apakah tidak sebaiknya kita mencari olahraga jenis lain yang cocok dengan watak dan kemampuan bangsa ini sehingga bisa membikin kita bangga. Tetapi jangan kecewa, bersemangat terus Garudaku! (*)