Kutai Timur

Tinjau Ulang Proyek Miang Besar Coal Terminal

Rencana pembangunan proyek Miang Besar Coal Terminal di Pulau Miang Besar, Sangkulirang, terus menuai sorotan.

Editor: Fransina Luhukay
zoom-inlihat foto Tinjau Ulang Proyek Miang Besar Coal Terminal
tribunkaltim/kholish chered
Dua warga Pulau Miang Besar, Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, menunjukkan lokasi mata air yang menjadi penyokong utama kebutuhan air tawar warga desa.

Bahkan mengemuka wacana agar pembangunan Miang Besar Coal Terminal disinergikan di lokasi Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy yang letaknya berdekatan di kawasan Teluk Golok.

Pakar karst (pegunungan kapur) dan sosial Institut Teknologi Bandung, DR Pindi Setiawan, menduga kuat bahwa Pulau Miang Besar merupakan bagian dari kawasan karst berdasarkan pembuktian ilmiah. Kawasan karst semestinya dilindungi. Karena itu ia menolak bila pulau tersebut dijadikan terminal batubara.

"Dengan pembangunan terminal batu bara di pulau tersebut, secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi ekosistem mangrove dan terumbu karang. Karena itu saya mohon agar pembangun pelabuhan batubara di pulau-pulau kecil dihentikan," katanya.

Pelabuhan ini berpotensi pula mengganggu kualitas kehidupan masyarakat lokal, baik kesehatan, kegiatan ekonomi, maupun kenyamanan hidup. Masyarakat lokal tidak hanya menyangkut warga Miang Besar, namun juga pesisir Sangkulirang. Secara demografis, pulau tersebut dihuni 120 KK yang terdiri dari 480 jiwa. Mayoritas berprofesi sebagai petani kebun dan nelayan.

Pelabuhan ini pun dinilai berpotensi mengganggu kualitas dan kuantitas ikan pada daerah tangkap ikan nelayan lokal. Pelabuhan juga mengancam kehadiran habitat big fish yang telah menjadi ciri khas pesisir selatan Mangkalihat.

Pindi pun menyampaikan enam saran konkret sebagai rujukan tim Amdal Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim untuk menelaah kelayakan lingkungan proyek tersebut. Saat ini kelayakan lingkungan MBCT memang masih diproses di BLH Kaltim.

Pertama, perlunya pembentukan tim khusus untuk menilik ulang signifikansi pembangunan stockpile di pulau-pulau kecil, khususnya Miang Besar. Kedua, pemaparan desain landasan stockpile juga perlu ditinjau ulang, terkait dengan kecepatan perembesan ke tanah yang dapat merusak lingkungan.

"Ketiga, perlunya penilikan ulang dokumen Amdal. Terkait dengan kehadiran habitat big fish, terumbu, dan mangrove di kawasan pulau. Keempat, penghitungan tingkat dan arah partikel debu, perlu dihitung ulang berdasarkan rekomendasi yang telah diatur, dan iklim region," katanya.

Kelima, pengawasan dampak lingkungan selama pelabuhan beroperasi perlu dirinci lebih jauhn dan biayanya dibebankan pada pengelola pelabuhan. Keenam, pemaparan tindakan-tindakan pasca pelabuhan selesai beroperasi. Biaya dibebankan pada pengelola pelabuhan atau yang ditunjuk.

Ia pun menilai positif wacana sinergi antara MBCT di KIPI Maloy. "Secara rencana memang tidak ada, namun sebenarnya di atas kertas tentu bisa bersinegi.  Yang penting ada sinergi tata ruang dan kemauan politik. Namun seperti biasa tarik ulur harga tanah menjadi kendala besar di Maloy," katanya.

Apalagi berdasarkan perencanaan, pelabuhan batubara tersebut tidak selamanya beraktifitas, hanya sekitar 20 tahunan. "Pemilihan lokasi di Miang Besar tampaknya cenderung pada konteks harga tanah yang murah," katanya. Kemudian izin juga lebih "mudah" karena hanya menyangkut Kementerian Kelautan dan Provinsi Kaltim.  

"Mudah karena orang pusat dan Samarinda tidak tahu keadaaan Pulau Miang yang sebenarnya, baik sosial maupun alamnya," katanya. Secara investasi jangka panjang, maka penguasaan Pulau Miang juga menguntungkan. Apalagi Miang berada di mulut daerah industri masa depan Kutim (Maloy-Sangkulirang). Di sana terdapat  minyak, gas, petrokimia, juga semen.

Pindi menjelaskan, Pulau Miang Besar yang berada di kawasan Teluk Golok secara umum termasuk pada Terriary Miocen Carbonat Complex. Terdiri dari batu pasir yang sebagian bersifat volkaniklastik dan sangat lempengan dengan sisipan batu gamping. Formasi ini disebut formasi golok.

Di sekeliling pulau ditemukan terumbu-terumbu baru di bawah laut dan di atas daratan, terutama di sebelah timurnya. Dilaporkan minimal dua mata air ditemukan pada pulau. Mata air ini kemungkinan ada yang bersifat rembesan lokal, namun dapat pula diduga merupakan luapan pada suatu struktur sinklin yang mengarah ke pulau dari arah kawasan Maloy-Sekurau.

Sesuai UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWPPK), maka Pulau Miang Besar dikategorikan pulau kecil karena luasnya lebih kecil dari 2.000 km2. Sehingga Hak Penguasaan Perairan Pesisir (HP3) akan diatur sesuai UU No 27/2007
UU tersebut menyaratkan perlindungan wilayah pesisir dan pulau kecil, pemanfaatan tradisional, perlindungan hak-hak kehidupan masyarakat lokal. Untuk itu pengusahaan wilayah pulau kecil perlu memperhatikan sejumlah dampak yang mungkin  terjadi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved