Pencatutan Nama Presiden

Bos Freeport Letakkan Alat Perekam di Atas Meja, Tapi Tetap Dicecar MKD Sebagai Langkah Ilegal

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dicecar sejumlah anggota Majelis Kehormatan Dewan (MKD).

Editor: Amalia Husnul A
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan dalam sidang terbuka di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (3/12/2015). 

Namun, perekaman itu juga harus harus dilakukan dari transmisi Informasi Elektronik 20 dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

"Kesimpulan kami, tindakan penyadapan Anda itu ilegal," kata Guntur.

BACA JUGA: Jokowi Dianggap Keras Kepala, Berani Melawan Megawati Tolak Pencalonan BG

Rekaman antara Novanto, Riza dan Maroef itu sudah diputar oleh MKD saat menghadirkan Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor.

Dalam rekaman itu lah Novanto dibantu Riza diduga meminta saham ke PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Bukan Pidana

Meski anggota MKD berkali-kali mempersoalkan legalitas rekaman tersebut, namun ternyata mereka keliru membaca Undang-undang.

BACA JUGA:  Hasil Voting: MKD Lanjutkan Sidang Kasus Novanto

Ahli hukum pidana Chairul Huda mengatakan, orang yang merekam pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto dengan pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin tidak dapat dikenai sanksi pidana.

"Dalam hal ini, tidak bisa rekaman itu dibawa ke ranah pidana. Undang-undang tidak melarang merekam pembicaraan," ujar Chairul saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/11/2015).

BACA JUGA: Beredar 3 Halaman Transkrip Percakapan Ketua DPR

Chairul mengatakan, sanksi pidana dapat dikenakan apabila rekaman tersebut adalah penyadapan yang dilakukan menggunakan sarana komunikasi.

Misalnya, rekaman yang didapat dari pembicaraan orang lain di telepon, di mana hasil penyadapan kemudian dibuat dalam bentuk rekaman.

"Penyadapan dan merekam pembicaraan itu memang satu napas, tetapi merekam langsung itu bukan delik pidana. Sama seperti wartawan yang merekam pembicaraan narasumbernya," kata Chairul. (Ihsanuddin)

***

  Follow  @tribunkaltim Tonton Video Youtube TribunKaltim


Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved