Berita Eksklusif
Relokasi Warga Karang Mumus Tuntas September, Pemkot Libatkan TNI dan Polri
Secara hukum, lahan di sana milik pemkot, yayasan serta Unmul. Pemkot tak perlu melakukan pembebasan lahan.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda sepertinya tidak main-main terkait rencana penggusuran permukiman warga di sisi kiri Sungai Karang Mumus dari Jembatan S Parman hingga ke Unmul.
Hal itu disampaikan Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail.
"Rumah itu target kami September dibongkar. Itu terjadi jika hingga Agustus tak dilakukan pembongkaran. Kami sudah komunikasi dengan pemilik rumah agar siapkan pemindahan dan pembongkaran sendiri Agustus ini. Jika hingga September masih belum diberikan, kami bongkar. Bisa di minggu ketiga atau minggu terakhir September," ujar saat ditemui di Kantor Gubernur Kaltim, Senin (8/8/2016).
Menurut informasi sedikitnya 130 rumah di area bantaran Sungai Karang Mumus bakal dibongkar (direlokasi) paling lambat akhir Agustus ini.
Baca: Digusur dari Bantaran Karang Mumus, Warga Minta Ganti Rumah
Menurut Nusyirwan, kawasan tersebut setelah dibersihkan akan dibangunkan tebing.
"Itu akan kami buatkan tebing. Dananya dari APBN 2017 yang akan disalurkan melalui Balai Wilayah Sungai. Hanya, sebelum dibangun pemerintah pusat pasti tak mau jika masih ada tanah yang belum clear, makanya kami minta mereka digusur," kata Nusyirwan.
Secara hukum, lahan di sana milik pemkot, yayasan serta Unmul. Pemkot tak perlu melakukan pembebasan lahan. Pihak yayasan dan Unmul juga sudah setuju jika di daerah itu dibangunkan tebing.
Dikonfirmasi terkait adanya masyarakat yang akan tidur di sekitaran rumah wali kota, Nusyirwan menjawab bahwa hal ini sebenarnya udah merupakan konsekuensi yang harus dilakukan.
Baca: Kalau Tidak Ada Tempat Tinggal, Nanti Kami Tidur di Halaman Rumah Wali Kota
"Masyarakat kan sudah tahu, kami sudah sosialisasi, jadi ya, pemerintah juga punya ketentuan. Proyek pemerintah ini juga tak boleh diganggu masyarakat jika tak ada dasar hukumnya. Bukan saya tak menghormati hak masyarakat, tetapi masyarakat juga harus tahu, bagaimana bagusnya sungai jika bentangan kiri kanan sungai selalu dijadikan tempat tinggal," ujarnya.
Keseriusan pemkot menggusur rumah warga yang dianggap liar juga disampaikan Nusyirwan. Pemkot akan menggandeng pihak berwajib dalam melaksanakan hal itu.
"Kami akan laksanakan peraturan hukum sesuai perundang-undangan. Mereka harus siap, kami akan libatkan kepolisian, TNI kalau perlu," ujarnya.
Ditanya kembali akan seperti apa keseluruhan Sungai Karang Mumus yang direncanakan Pemkot, Nusyirwan menjawab hal itu memang harus dilakukan bertahap.
"Semuanya pelan-pelan. Pada 2017, selain adanya pembangunan tebing di tepi kiri SKM Jembatan S Parman, kami juga akan siapkan pembebasan lahan bagi rumah warga dari SKM di Jembatan Arief Rahman hingga ke Jembatan Lambung. Setelah itu akan dilanjutkan lagi, hingga 5 tahun, 2016-2021. Itu termasuk dalam program penyelesaian banjir, termasuk didalamnya normalisasi sungai," ujarnya.
Belum Ada Surat
Rencana Pemkot Samarinda mengosongkan permukiman tepi Sungai Karang Mumus tersebut hingga kini belum dibuktikan dengan surat resmi perintah penggusuran warga.
"Kalau ikuti prosedur, biasanya lewat kelurahan dahulu untuk pemberitahuan jika dalam waktu dekat akan dilakukan pemindahan. Biasanya kami disurati. Tetapi hingga saat ini belum ada," ujar Sekretaris Kelurahan Gunung Kelua, Syahrinsyah, Senin (8/8/2016).
Meski demikian, Syahrinsyah mengaku sudah mengetahui adanya rencana penggusuran warga tersebut. Ia sudah berkomunikasi dengan pihak RT 01 Kelurahan Gunung Kelua yang diagendakan akan dilakukan penggusuran.
"Pihak RT sudah mengajukan proses pemindahan itu ke pemkot, tetapi karena Pak Wali Kota masih di luar kota, maka masih menuggu perkembangannya. Saya juga tak tahu bagaimana prosesnya, karena proposal pemindahan dikirim langsung dari RT ke pemkot, tidak melalui kelurahan," katanya.
Pun demikian dengan lokasi di sekitaran rumah warga sisi kiri Sungai Karang Mumus di bawah Jembatan S Parman hingga kini masih belum ditemukan adanya plang pemberitahuan penggusuran.
Padahal, menurut Wakil Wali Kota Samarinda Nusyirwan Ismail, warga memang diminta menggosongkan rumahnya hingga batas waktu akhir Agustus ini.
Itu dilakukan karena kepemilikan rumah warga di kawasan tersebut liar. Lahan yang ditempati warga bukanlah milik warga.
Baca: Ini Rencana PU untuk Sungai Karang Mumus Tahun Depan
Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Gunung Kelua, Sari membenarkan bahwa lahan tersebut sekarang bukan milik warga, melainkan milik Yayasan Bina Cita, yayasan penyandang cacat. Di lahan itulah rumah-rumah warga RT 01 akan digusur berada.
"Lahan itu awalnya milik orangtua atas nama Khairul Anwar yang kemudian dihibahkan kepada Yayasan Bina Cita," ujarnya.
Lahan tersebut sudah dipastikan berdasarkan keabsahan hukum, tanah tersebut milik yayasan.
"Ya, seperti itu, meskipun ada warga yang menyatakan itu tanah mereka dibuktikan dengan segel tanah atau apapun, tetap secara hukum dan terdata di kami adalah milik yayasan," ujarnya. (*)