Seni Budaya

Menari Sambil Kibarkan Merah Putih, Rombongan Kaltim Juara Umum di Ajang Festival Budaya Polandia

Warga Kalimantan Timur (Kaltim) kembali berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional.

HO
Mei Christhy Sengoq menari di hadapan penonton dan juri ajang Poland Caravan Culture International Festival, Polandia, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Warga Kalimantan Timur (Kaltim) kembali berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional.

Mei Christhy Sengoq (33), pelaku seni yang aktif di bawah naungan Dewan Kesenian Balikpapan (DKB) selama kurang lebih tujuh tahun menorehkan prestasi luar biasa di acara Poland Caravan Culture International Festival 2016.

Bersama 16 rekan satu timnya, Mei menjadi wakil Indonesia mengikuti kompetisi di Poland Caravan Culture International Festival yang berlangsung di Kota Wolin, Polandia.

Agenda tahunan Pemerintah Polandia diikuti 18 perwakilan negara. Indonesia dan India menjadi dua negara mewakili kultur Asia.

Masing-masing anggota tim mempunyai tugas berbeda. Ada yang menari, bermain musik, dan ada pula bernyanyi.

Mereka berasal dari daerah seluruh Indonesia. Kebetulan penari yang berjumlah 7 orang semuanya berasal dari Kaltim, termasuk Mei.

Untuk mewakili semangat Nusantara, semua peserta saat tampil mengenakan baju adat masing-masing, seperti pakaian Jawa, Batak, Minang, Dayak, dan lain-lain.

"Itu undangan langsung dari Pemerintah Polandia. Sebelumnya saya ini memang sudah beberapa kali perform di luar negeri. Setiap perform kita saling tukaran kartu nama sehingga kalau ada event tertentu biasanya kita diundang," ujar Ketua Tim Tarian Dayak yang disuguhkan oleh tim LPADKT (Laskar Pemuda Adat Dayak Kaltim) ini kepada Tribun, Senin (19/12/2016).

Bersaing dengan para penampil budaya dari negara lain tentu bukan perkara mudah.

Selain setiap negara memiliki keunikan dan cara penyajian tersendiri, tim dari Indonesia tidak memiliki waktu yang banyak untuk berlatih. Mei mengaku persiapan hanya satu bulan. Belum lagi kendala jarak.

"Kalau untuk yang Kaltim, penarinya itu kan gabung dari teman-teman Balikpapan dan Samarinda, tapi terkendala ada yang kerja. Nggak satu bulan bisa full latihan karena harus mobile antara Samarinda dan Balikpapan. Kita juga diwajibkan juga untuk latihan gabungan di TMII. Kesulitannya di situ, tapi akhirnya kita mengakalinya dengan merekam latihan masing-masing kemudian di-share ke grup WhatsApp (WA) biar ada gambaran," tutur Mei kepada Tribun.

Wanita asli Dayak yang berdomisili di bilangan Kampung Timur, Balikpapan itu mengaku senang dan bangga bisa mewakili Indonesia, khususnya Kaltim di kancah internasional. Terhitung mereka menghabiskan delapan hari untuk bertanding di Benua Biru itu.

Selama di Eropa, Mei sempat kesulitan menyesuaikan dengan suhu minus di sana. Untuk diketahui, bulan Desember ini terletak di tengah-tengah musim dingin sehingga mungkin bisa dibayangkan suhu minus yang menjadi kawan mereka setiap hari.

"Kami masih belum bisa menyesuaikan diri dengan suhu minus 1 derajat di sana. Kita kan berangkat dari Jakarta via Turki untuk ke Berlin. Jadi begitu keluar bandara itu teman-teman yang sebelumnya sudah diberi tahu bahwa di Eropa lagi musim dingin tapi dari Indonesia kebanyakan barang-barang seperti mantel dan sarung tangan itu ada di koper," ungkapnya.

Pengaruh waktu juga membuatnya jetlag. Bayangkan jam setengah sembilan pagi matahari baru keluar di sana kemudian jam empat sore itu sudah gelap.

Kemudian dari faktor makanan juga kurang cocok. Cuma kebetulan saat dijamu oleh Kedutaan Besar RI untuk Jerman, karena masuk ke Polandia kita lewat Jerman naik bus selama empat jam, beruntung mereka dikasih nasi.

Ini bukan kali pertama Mei menginjakkan kaki di luar negeri. Beberapa bulan sebelumnya ia juga sempat mewakili Indonesia untuk tampil di Beijing, Tiongkok.

Ia mengenang, saat itu tidaklah terlalu susah untuk berlatih karena mereka masih diperbolehkan untuk berlatih di lorong-lorong hotel.

Namun hal yang sama tak terjadi di Polandia. Mereka bahkan sempat ditegur oleh manajemen hotel karena menyalakan musik saat berlatih.

"Di Eropa itu beda banget. Kita nyalain musik aja langsung ditegur dan disuruh matikan, kemudian tidak boleh ada kerumunan di sekitar lorong. Lalu sistemnya di sana nggak seperti di Asia yang lampu lorongnya selalu nyala. Jadi mereka pakai sensor, begitu kita lewat baru menyala," tuturnya.

Akhirnya kita latihan di satu kamar punya anggota tim yang agak besar. Sebelumnya dia sudah order panitia karena di kamar itu mereka seharusnya menaruh properti yang lumayan banyak.

Di situlah 17 anggota numpuk latihan dengan gerakan yang tidak boleh terlalu ramai. "Dukanya di situ sih," katanya.

Ketika menari, Mei yang berperan sebagai Puteri Enggang diharuskan untuk diangkat oleh beberapa penari pria. Namun kompleksitas bermulai di sini karena sesuai kesepakatan ia harus sempat mengibarkan bendera Merah Putih di atas panggung.

Ia sempat bingung untuk menyelipkan dimana bendera tersebut karena jika disimpan di badan secara serampangan akhirnya badan penari akan terlihat besar dan bisa mengurangi kelincahan.

Selain itu penari pria memiliki keterbatasan tenaga. Tapi semua itu terbayar berkat kerjasama tim yang ciamik. Mei berhasil mengibarkan bendera Merah Putih, tepat di moncong panggung yang menghadap ke arah penonton dan juri.
Kerja keras dan kekompakan akhirnya menuai hasil.

Tim Kaltim berhasil memborong dua trofi sekaligus yakni juara favorit dan juara umum atau grand prix.

Lucunya, mereka tidak sadar menjadi pemenang kompetisi. Mei menduga karena mereka tengah kelelahan sehabis menampilkan tarian khas Kalimantan.

Bahasa pengantar yang bukan bahasa Inggris turut menjadi faktor ketidaktahuan mereka. Bahkan ketika konfeti sudah ditebarkan di udara, mereka juga belum menyadari sehingga pihak panitia harus menjemput mereka untuk dapat menaiki panggung.

"Begitu disebutin mereka sudah nembakin konfeti ke udara, kita itu masih bingung. Sampai kita disuruh panitianya maju baru kita ngeh. Kita sama sekali nggak menyangka juara. Karena kebetulan saya koreografernya, menurut saya pribadi kita belum tampil maksimal karena ada insiden mandau hilang. Sempat kita berpikir bahwa ada yang mau sabotase kita. Padahal itu sudah kita siapkan di pinggir panggung," ujarnya sambil berseloroh.

Mei menjelaskan, walaupun menang, pihaknya tidak sedikitpun diberi reward oleh panitia karena memang di Eropa jarang sekali kegiatan serupa diiming-imingi dengan uang.

Sebagai pemenang, tim Indonesia berhak mendapatkan piala dan sertifikat diploma yang diberikan oleh Pemerintah Polandia yang setara dengan ijazah sarjana tari di Indonesia. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved