Om Telolet Om
Tanggapan Sopir Bus terkait Rencana Lomba Klakson Telolet
Di tengah kebahagiaan kecil itu, sejumlah sopir bus tak habis pikir terhadap kabar yang berembus, membunyikan klakson telolet akan dilarang.
TRIBUNKALTIM.CO - Demam ‘Om Telolet Om’ hingga kini masih menjadi perbincangan hangat di Indonesia dan telah merembet ke luar negeri.
Di tengah kebahagiaan kecil itu, sejumlah sopir bus tak habis pikir terhadap kabar yang berembus, membunyikan klakson telolet akan dilarang.
"Mungkin yang bilang telolet dilarang itu nggak punya temen, nggak gaul," ujar Sukanta (48), sopir bus PO Agramas jurusan Jakarta-Bogor, ditemui di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2016).
Sukanta beranggapan, pihak yang menyebut membunyikan klakson telolet dilarang hanya salah kaprah.
Menurutnya, yang salah, apabila klakson yang dipakai menyalahi standar yang ditentukan pemerintah.

Lagu Telolet
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, seperti dijelaskan Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, dijelaskan, ambang batas tingkat kebisingan suara klakson maksimal 118 dB(A)/desibel.
Juga tidak boleh membahayakan pengguna kendaraan lainnya, karena suara yang ditimbulkan mengganggu konsentrasi.
Sukanta mengaku, bus yang ia kemudikan menggunakan klakson sesuai standar.
Dia mempersilakan pemerintah memeriksa klakson tiap kendaraan jika memang diperlukan.
"Bus itu ukuran klaksonnya memang rata-rata 117-118 (desibel)," katanya seperti dilansir TribunTravel.com dari Warta Kota.
Di sisi lain, alih-alih melarang, Kementerian Perhubungan justru punya rencana mengadakan kontes klakson 'Om Telolet Om' dalam waktu dekat.
Baca: Kisah Telolet, Fenomena Klakson Bus: Insipirasi hingga Variasi Harganya
Bagyo (34), sopir bus PO Hasta Putra rute Solo-Jakarta, menyambut baik rencana itu.
Menurutnya, ini pertanda, pemerintah peduli rakyat kecil.
"Bagus juga buat melepas stres sopir bus, supaya tidak bosan," katanya.
Dikatakan Bagyo, pemburu klakson telolet mulai anak-anak kecil hingga dewasa banyak terdapat di wilayah Jawa Tengah.
Setidaknya, terdapat 10 titik pemburu telolet yang ia layani setiap hari.
Dia merasa senang karena bisa membahagiakan anak-anak.
"Awalnya, ya, bingung juga. Ngapain anak-anak SD teriak di pinggir jalan. Nggak tahunya cuma minta dibunyiin klakson. Ya, bagus juga buat melemaskan otot habis capek nyupir," bilang Bagyo. (Warta Kota)