Dugaan Pungli TPK Palaran
Batu Bara pun Kena Pungut, Bayar Minimal Rp 3 Miliar per Bulan!
Aksi pungutan tersebut dilakukan setiap proses transfer batu bara dari ponton ke kapal ekspor.
Penulis: Rafan Dwinanto |
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pungutan biaya bongkar muat batu bara yang dilakukan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura dibenarkan Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Samarinda Eko Priatno.
Aksi pungutan tersebut dilakukan setiap proses transfer batu bara dari ponton ke kapal ekspor.
Proses ship to ship transfer ini, biasanya dilakukan di perairan Muara Berau.
"Pindah dari kapal ke kapal ini kan berlangsung di laut," katanya, Selasa (21/3/2017).
Padahal, menurut Eko, transfer batu bara ini lebih banyak menggunakan floating crane. Tak lagi menggunakan tenaga manusia.
Baca: Ketua Komura Siapkan Data Jelang Pemeriksaan Kasus OTT: Kalau Salah, Semua Harus Diperiksa!
"Kebanyakan ponton sudah ada floating crane-nya. Tapi ya itu, tetap diminta (sama Komura)," ungkap Eko.
Sebelum ada floating crane, pemuatan batu bara ke kapal, menurut Eko, memang memerlukan TKBM. Namun, itupun tidak dalam jumlah banyak.
"Paling hanya menarik tali, kemudian memberi aba-aba, dan mengoperasikan alat berat. Sekarang, biasanya ponton itu sudah bawa operator sendiri kok," katanya lagi.
Setiap tahun ada rapat pembahasan tarif antara Komura dengan para perusahaan pengguna jasa TKBM, termasuk perusahaan batu bara.
"Saya sudah lama tidak pernah ikut rapat. Tapi, tiap tahun rapat itu ada," katanya.
Selama ini, pengusaha batu bara menerima saja tarif yang ditentukan Komura. Kendati di lapangan, tidak memerlukan TKBM.
"Ya mungkin pengusaha tidak mau repot. Jadi bayar saja. Daripada tidak bisa beraktivitas," tersebut Eko.
Eko tak menampik adanya kemungkinan perusahaan batu bara yang menyetor biaya TKBM ke Komura hingga Rp 3 miliar per bulan.
Baca: BREAKING NEWS - Soal OTT yang Menyeret Nama Komura, Ini Pengakuan Pengusaha Batu Bara
"Ya itu mungkin saja. Coba hitung berapa produksi batu bara per tahun. Apalagi pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara)," tuturnya.
Sebelumnya, Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin mengungkapkan, Komura juga memungut dari perusahaan batu bara dan sawit, yang beraktivitas di perairan Muara Berau.
Menurut Kapolda, sejak perusahaan batu bara menggunakan conveyor (rel batu bara) untuk memuat batu bara ke dalam tongkang, para TKBM kehilangan pekerjaan.
"Tapi, biar pun TKBM kehilangan pekerjaan, Komura tetap meminta jatah dari perusahaan batu bara dan sawit yang punya CPO (crude palm oil). Alasannya untuk membayar TKBM mereka yang kehilangan pekerjaan. Padahal yang kerja itu conveyor, bukan buruh. Tidak kerja, tapi minta bayaran," urai Safaruddin, Senin (20/3/2017).
Saat ini, Kepolisian baru memeriksa satu perusahaan batu bara yang dipungut Komura.
"Setoran perusahaan batu bara itu ke Komura minimal Rp 3 miliar per bulan. Komura menghitung pungutan sesuai berapa metrik ton batu bara yang dimuat di tongkang," kata Safaruddin.
Para perusahaan yang dipungut ini berlokasi di perairan Muara Berau, muara Sungai Mahakam.
"Ya hitung saja berapa perusahaan batu bara dan sawit yang beraktivitas di Muara Berau itu," katanya lagi. (*)