Warta DPRD Kutai Timur
DPRD Dukung Pengesahan Raperda, Harus Ada Larangan Merokok pada Fasilitas Publik
Senada dengan itu, Herlang Mappatiti dari Fraksi Nurani Amanat Persatuan (NAP) dalam pemandangan umumnya juga menyoroti tentang raperda tersebut.
TRIBUNKALTIM.CO, SANGATTA - Setelah sempat ditunda, akhirnya sidang paripurna dengan agenda mendengarkan pemandangan umum terhadap usulan lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dari tujuh fraksi di DPRD Kutim dilaksanakan Senin (20/3/2017).
Dipimpin Wakil Ketua DPRD I, Yuliaus Palangiran dan Wakil Ketua II Encek UR Firgasih, sidang paripurna kali ini dihadiri oleh Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim, Irawansyah serta jajaran pejabat Pemkab Kutim lainnya.
Seperti diketahui, pekan sebelumnya Pemkab Kutim yang saat itu diwakili Wabup Kasmidi Bulang, menyampaikan usulan lima raperda untuk dibahas oleh DPRD Kutim bersama pemerintahan.
Meliputi, raperda tentang desa, penyelenggaraan usaha depot air minum, kawasan tanpa rokok, restribusi pelayanan pelabuhan pendararan ikan dan penjualan produksi usaha daerah pada balai benih ikan. Serta raperda tentang perubahan atas Perda nomor 2 tahun 2011 tentang pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan dan Perda nomor 8 tahun 2012 tentang retribusi jasa umum.
Menanggapi usulan kelima perda tersebut, Aran Jau dari Fraksi Golkar dalam pemandangan umumnya mengatakan mendukung untuk segera dibahas dan disahkan sebagai perda kabupaten Kutai Timur. Terutama soal raperda kawasan tanpa rokok di beberapa fasilitas publik di Kutim.
“Kawasan tanpa rokok merupakan ruang atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, atau penggunaan rokok. Kami dari Fraksi Golkar setuju, dengan dibentuknya perda tentang kawasan tanpa rokok," ujarnya.
"Berarti kedepan dapat diatur wilayah tertentu yang diperbolehkan merokok secara bebas dan kawasan yang tidak diperbolehkan. Utamanya, kawasan yang banyak anak-anak, kawasan pelayanan publik, kawasan kesehatan, maupun kewasan perkantoran pemerintahan, tentu harus menjadi kawasan tanpa rokok,” kata Aran Jau.
Senada dengan itu, Herlang Mappatiti dari Fraksi Nurani Amanat Persatuan (NAP) dalam pemandangan umumnya juga menyoroti tentang raperda kawasan tanpa rokok.
Ia berharap, lewat raperda tersebut, bisa ditetapkan layanan kesehatan, tempat pendidikan, tempat ibadah, tempat umum, angkutan umum, tempat penitipan anak, fasilitas olahraga, serta tempat bekerja sebagai kawasan tanpa rokok.
“Di beberapa tempat tersebut di atas, tidak diperbolehkan ada aktivitas merokok, mengiklankan rokok, apalagi menjual rokok. Jadi harus ada larangan merokok di fasilitas publik dan masyarakat juga ikut bersama-sama memastikan mereka yang merokok, tidak melakukan aktivitas di kawasan yang sudah menjadi kawasan tanpa rokok,” ujar Herlang.
Raperda kawasan tanpa rokok, kata Herlang, bukan ditujukan untuk melarang orang merokok. Tapi, agar mereka yang merokok dapat melakukan aktivitas merokok di tempat yang sudah ditentukan.
Oleh karena itu, di dalam perda nantinya juga diatur mengenai kewajiban sejumlah pihak untuk memfasilitasi tempat atau ruangan khusus merokok. Misalnya, tempat umum seperti terminal, perkantoran, dan tempat belanja.
“Ada ruang khusus yang disediakan untuk mereka yang merokok. Semacam bilik merokok atau kawasan terbuka yang jauh dari area fasilitas umum,” ujar Herlang. (*)