Pilgub DKI Jakarta

Cerita Najwa Shihab tentang Debat Ahok vs Anies, Siapa Pemenang?

Sejak awal, saya langsung teringat serunya debat final Donald Trump dan Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat tempo hari

Editor: Syaiful Syafar
Metro TV
Najwa Shihab memandu Debat Mata Najwa Babak Final Pilkada Jakarta pada Senin (27/3/2017) yang dihadiri kandidat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan. 

Sementara format diskusi terbuka yang kami rancang akan “memaksa” kandidat untuk beradu argumen secara langsung atas topik yang ditentukan oleh moderator.

Durasi yang lebih cair dalam debat juga membuat para kandidat leluasa berbicara sembari menyodorkan data yang paling relevan, mengatur ritme, hingga mengontrol emosi.

Hampir tidak ada sekat dalam proses pertukaran ide. Masing-masing kandidat harus saling beradu pendapat secara cepat dan terkadang spontan. Dengan format ini kandidat tidak hanya perlu piawai menyampaikan pendapat tapi juga peka untuk mendengarkan jawaban lawan.

Meyakinkan para kandidat

Saya juga ditanya oleh seorang teman, butuh waktu berapa lama untuk menyakinkan kedua kandidat hadir di debat Mata Najwa. Saya menjawab terus terang, meyakinkan kandidatnya tidak sulit, karena toh Mata Najwa kerap kali mengundang keduanya sendiri-sendiri maupun berdua.

Bahkan seperti diakui oleh Pak Basuki dan Pak Anies di Ulang Tahun Mata Najwa ke-7, mereka pertama kali berjumpa dan berkenalan justru di forum Mata Najwa beberapa tahun silam.

Tetapi tentu saja momen pilkada mempengaruhi banyak hal, terlebih saat pertarungan akhir seperti ini. Tim sukses kandidat kadang bekerja ‘terlalu’ maksimal, untuk menjaga jagoan masing-masing.

Tantangan justru ada pada proses menyakinkan tim sukses soal aturan main debat yang menurut kami lebih ideal ini. Format baru yang rasanya jarang atau bahkan mungkin belum pernah dilakukan dalam debat-debat pejabat publik selama ini.

Kami sangat sadar debat dengan format apa pun akan sangat mudah berubah menjadi diskusi yang normatif jika saja isu yang dibahas terlalu umum. Karenanya pertanyaan awal maupun pertanyaan lanjutan dirancang spesifik untuk membuat para kandidat mengutarakan pendapat secara detail dan terperinci.

Angle perbandingan program pun sengaja dimaksudkan agar kedua kandidat bisa saling menunjukkan perbedaan, jika ada.

Kami berangkat dari asumsi bahwa pemilih Jakarta sudah sedikit banyak mengetahui sejumlah program unggulan kandidat, toh kampanye sudah berlangsung selama 6 bulan.

Saling klaim sebagai pionir dan tudingan saling contek program sejak awal kampanye sengaja kami tonjolkan untuk menggambarkan sengitnya pertarungan.

Kartu Jakarta Pintar vs Kartu Jakarta Pintar Plus, Kartu Jakarta Lansia vs Tunjangan Orang Tua, Ok Otrip vs integrasi moda transportasi, misalnya.

Serupa tapi tak mau dibilang sama, siapa yang lebih dulu dan siapa yang hanya bisa meniru. Itu pun hanyalah bumbu dalam debat.

Bumbu yang kami perlukan untuk meramu tontonan, walau diam-diam kami sesungguhnya sadar bahwa orisinalitas program tidak punya nilai lebih dalam demokrasi.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved