Derita Warga Pegat Batumbuk, Punya Hunian tanpa Kuburan hingga Melahirkan di Atas Speed Boat
Pun demikian halnya dengan persoalan listrik. Selama puluhan tahun warga di kampung ini merasakan hidup gelap gulita.
Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Syaiful Syafar
Akses menuju kampung Pegat Batumbuk hanya dapat dilalui melaui jalur transportasi air sungai dari kota Tanjung Redeb.
Berdasarkan cerita masyarakat kampung Pegat Batumbuk, untuk mencapai kota Tanjung Redeb menggunakan perahu mereka membutuhkan biaya sekitar Rp 400.000 pulang-pergi, untuk biaya bahan bakar.
Namun di balik segala kekurangan itu, Pegat Batumbuk adalah 'surga' bagi para nelayan.
Kekayaan perairan muara membuat warga di sini bisa bertahan hidup.
Mereka bahkan sukses membuat produksi unggulan, salah satunya berupa terasi.

Terasi hasil olahan kampung Pegat Batumbuk sudah dikenal miliki rasa yang sangat enak.
Bahan bakunya udang segar. Warga Pegat Batumbuk menyebutnya dengan istilah udang Bapay.
Produksi terasi ini telah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.
Karena sudah merupakan kegiatan produksi secara turun temurun, maka kegiatan pembuatan terasi sudah merupakan keterampilan umum masyarakat kampung Pegat Batumbuk.
Permasalahan yang dihadapi terkait produk unggulan ini adalah jaringan pemasaran yang masih terbatas, yaitu sebagian besar masih dipasarkan di Tanjung Redeb. (*)