Kisah Inspiratif

Gabung dengan Pasukan PBB di Wilayah Konflik, Inilah Kisah Pratu Ringga Prajurit Terbaik Korem 091

Tidak semua prajurit TNI dapat terlibat dalam misi kemanusiaan di bawah naungan PBB.

DOK/PRIBADI
Pratu Ringga Manggar Aprilia selama bertugas di Sudan, Darfur. 

Wilayah tersebut memang tergolong tertinggal dan terpencil, jarak pusat kota dengan wilayah ini, dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama 3 hari, sedangkan melakui jalur udara, dapat ditempuh dengan 2 kali berganti helikopter.

Sedangkan, jarak antara super camp dengan pemukiman penduduk, yang paling dekat jaraknya 10 kilometer.

Lanjut dia menjelaskan, 2-3 bulan pertama menjadi awal yang sulit, bahkan Pratu Ringga sempat sakit diawal dirinya bertugas, kendati sakitnya tidak parah.

Lalu, perbedaan iklim juga sangat menyulitkan misi tersebut, terlebih saat angin kencang, yang membuat daerah gurun itu sangat tidak bersahabat bagi pendatang.

"Saya sempat batuk pilek saat awal di sana. Kalau angin kencang, itu juga diantisipasi, karena angin bercampur pasir pernah membuat camp rubuh," tutur pria yang menguasai bahasa Inggris dan Arab tersebut.

Hal itu belum ditambah dengan minimnya pasokan air, yang membuat seluruh pasukan disana, harus menghemat air. Bahkan, tak jarang prajurit sampai tidak mandi berhari-hari.

"Jadi, setiap harinya ada patroli water point, ini yang bertugas mencari air. Kalau tidak mandi berhari-hari sudah biasa disana, terlebih saat patroli," ucapnya.

Selama disana, perlengkapan tempur lengkap selalu dibawa dalam patroli harian, mulai dari senjata laras panjang, pistol, lengkap dengan amunisinya, lalu body safety, helm, serta logistik.

Pasalnya, patroli dilakukan tidak hanya dilakukan dalam hitungan jam saja, melainkan bisa sampai berhari-hari.

Bahkan, kendala diperjalanan kerap terjadi, yang membuat pasukan perdamaian PBB itu bisa sampai lebih dari tiga hari diperjalanan, seperti mobil terjebak di gurun.

"Biasanya kalau mobil terjebak di gurun, bisa seharian, kadang pernah sampai bermalam. Yang jelas, perlengkapan lengkap selalu digunakan, karena disana daerah konflik, jadi harus siaga," ungkapnya.

Kendati bertugas di daerah konflik, namun selama disana, dirinya dan pasukan lainnya, tidak pernah terlibat kontak senjata maupun fisik dengan penduduk.

Hal itu pun disyukurinya, yang menandakan pasukan perdamaian di sana diterima oleh penduduk.

"Kita ke sana untuk membantu mereka, jadi kita sangat diterima disana. Sehari-hari kalau berkomunikasi dengan warga disana, pakai bahasa Arab, kalau dengan prajurit lain pakai bahasa Inggris," ucap pria asal Malang, yang pernah bertugas di Ambon, pada 2013 silam itu.

Kendati masih belum berkeluarga, namun dirinya tetap rindu keluarga, dan suasan yang ada di Indonesia, terlebih saat lebaran idul fitri lalu.

Sulitnya sinyal telepon, membuat dirinya selama bertugas disana, hanya menelpon keluarganya kurang lebih 6 kali saja.

"Tentu rindu sama keluarga, rindu suasana di Indonesia. Tapi ini tugas mulia, membawa nama Indonesia, jadi harus dijalankan sebaik mungkin," tegasnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved