Edisi Cetak Tribun Kaltim

Siap-siap, Sekolah Tak Lagi Gratis

Sejak pengalihan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi, SMA dan SMK hanya mendapatkan dua sumber pendanaan

Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
tribunkaltim.co/aridjawana
Ilustrasi 

Semua itu kan didasarkan pada UU Sisdiknas. Memang ada beberapa sekolah yang sebut tak bisa jika hanya andalkan Bosda.

Dana Kurang

Penelusuran Tribun ke beberapa kepala sekolah di Samarinda dan Balikpapan, peralihan SMA/SMK ini diakui membuat sumber pendanaan sekolah berkurang.

Normalnya, dalam biaya pendidikan per siswa, dibutuhkan Rp 5 juta/tahun sebagai angka biaya sekolah.
Karena disokong pemerintah, dana Rp 5 juta ini dahulu ditutupi beberapa anggaran, misalnya BOS Pusat Rp 1,4 Juta, Bosda Provinsi Rp 1,1 juta ataupun Bosda Kota/ Kabupaten Rp 1 juta. Namun, setelah peralihan SMA/SMK, di Kaltim hanya bisa andalkan dua dana, yakni
Bosnas dan Bosda.

Jika ditotal, hanya Rp 2,5 juta. Kekurangan inilah yang diharapkan bisa ditutupi, jika nantinya ada Pergub yang mengatur boleh tidaknya orang tua membantu dana penyelenggaraan pendidikan dengan membayar SPP.

"Saya sudah dengar hal itu (sekolah bayar). Saya kira itu bagus, supaya anak-anak tidak anggap enteng yang namanya pendidikan. Kalau merasa bayar, mereka ada tanggung jawab tinggi. Justru jika bayar, mereka malah ugal-ugalan. Jadi, ada kecenderungan, semakin sekolah gratis, kesadaran pendidikannya rendah. Memang masih belum diaktifkan," ucap Kepsek SMK Medika Samarinda, Mus Mulyadi.

Saat ini, khusus untuk SMK/ SMA Swasta, masih bisa memungut dari kalangan orang tua, tetapi itupun dilakukan dengan subsidi silang.

Baca: Eh, Gadis Cantik Ini Ternyata Anak Pertama Mulan Jameela Lho, Kenalan Yuk. . .

"Masih subsidi silang. Kalau tak mampu diperbolehkan tak bayar. Sementara yang mampu, membayar. Untuk yang gratis, kami minta surat keterangan tak mampu dari kelurahan," ucapnya.

Seberapa besar dana Bosnas dan Bosda membantu dalam hal operasional sekolah, disebut Mus Mulyadi, menyebutnya hanya menyokomg sekitar 50 persen.

Sementara, Kepala SMA 5 Samarinda, Sutrisno, menyebut hingga saat ini, pihaknya masih belum bisa menerapkan pungutan SPP di kalangan ortu tersebut.

"Bosda Kota sudah tak ada lagi. Pendanaan SMA Negeri hanya dari dua sumber, Bosnas dan Bosda Provinsi. Memang ada wacana-wacana untuk sekolah tak gratis, tetapi saya kira itu belum. Kemarin juga saya dengar pak Gubernur belum setuju untuk itu. Kalau kami, Bosda dan Bosnas cukup untuk operasional sekolah. Tetapi, untuk bayar honor yang kurang. Kalau diperkenankan, sekolah menerima dana dari ortu melalui Komite Sekolah, maka bisa digunakan untuk membayar pembina kegiatan ekstrakulikuler," katanya.

Bosda/Bosnas Terlambat

Pertimbangan lain bagi kepala sekolah, dimana pungutan SPP bisa dilakukan, adalah kelambatan pencairan dana Bosnas dan Bosda yang sudah seringkali terjadi.

Sebagai informasi, dalam setahun, sekolah mendapatkan dana Bosnas dan Bosda sebanyak 4 kali, yakni periode 1 untuk Januari-Maret, periode 2 di April-Juni, periode 3 di Juli-September, dan periode 4 di Oktober -Desember.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved