Silakan Rakyat Menilai, Saya Tidak Makan Uang Negara, Patrialis Akbar Meradang Divonis 8 Tahun

Walau tidak ingin mengomentari putusan, Patrialis menilai vonis tersebut tidak sebanding dengan putusan perkara yang mencuri uang negara.

TRIBUNNEWS/HAERUDIN
Mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/9/2017). Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhi vonis 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta serta subsider 3 bulan kurungan terhadap Patrialis Akbar, karena terbukti menerima suap terkait penanganan perkara judicial review UU No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. 

Uang tersebut diberikan dan dijanjikan agar judicial review atau uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan dikabulkan di MK.

Patrialis sebelumnya dituntut 12,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. 

Belikan Aparrtemen untuk Aggita Eka Putri

Seebelumnya, terungkap dalam sidang, terdakwa bekas hakim konstitusi Patrialis Akbar membutuhkan dana Rp 2 miliar untuk melunasi satu unit Apartemen Casa Grande Residence Tower Chianti, lantai 41 unit 11 tipe 2BRD.

Anggita Eka Putri, wanita yang diamankan bersama hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar di sebuah mal di Jakarta, keluar dari Gedung KPK, usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (27/1/2017) dini hari. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)
Anggita Eka Putri, wanita yang diamankan bersama hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar di sebuah mal di Jakarta, keluar dari Gedung KPK, usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (27/1/2017) dini hari. (TRIBUNNEWS/HERUDIN) ()

Patrialis ingin membeli apartemen tersebut secara tunai keras (hard cash) untuk teman perempuannya, Anggita Eka Putri.

Dalam surat tuntutan terhadap Patrialis Akbar yang dibacakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/8/2017), terungkap Patrialis telah membayar 'booking fee' atau tanda jadi sebesar Rp 50 juta menggunakan kartu kredit City Bank.

"Rencananya terdakwa akan melakukan pelunasan atas satu unit apartemen terebut dengan melakukan pembayaran sejumlah Rp 2.150.000.000 pada tanggal 3 Februari 2017 secara tunai, dengan mata uang asing," ungkap Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Lie Putra Setiawan.

Apartemen tersebut sebenarnya ditawarkan pada harga Rp 3,4 miliar. Namun setelah nego, harganya turun menjadi Rp 2,2 miliar. Saat pemberian tanda jadi tersebut, Patrialis sempat bertanya apakah bisa menyelesaikan pembayaran menggunakan mata uang asing.

"Harga apartemen nyata mempergunakan mata uang rupiah, oleh karenanya pasti akan jauh lebih mudah dan aman apabila transaksi pembayaran dilakukan dengan cara transfer dari rekening terdakwa mempergunakan mata uang rupiah, sebagaimana terdakwa membayar booking fee apartemen dimaksud secara tunai menggunakan mata uang asing," beber Lie.

Patrialis juga memerlukan uang antara Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar, untuk membelikan Anggita Eka Putri satu unit rumah di Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

Maka, jika rencana membeli apartemen dan rumah tersebut terealisasi, Patrialis membutuhkan uang antara Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar.

Pada kasus tersebut, Patrialis Akbar dituntut pidana penjara 12,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti USD 10.000 dan Rp 4.043.195.

Patrialis dinilai terbukti melanggar pasal 12 huruf c no pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Pada kasus ini, Patrialis Akbar bersama-sama Kamaludin, didakwa menerima suap 70 ribu dolar Amerika Serikat dan janji Rp 2 miliar dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan Ng Fenny.

Suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan judicial review uji materi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved