Itu Hoax, KPK Dituding Pinjam Rp5 Miliar untuk OTT Jebakan Laode Sampai Tidak Bisa Tidur

"Ada satu hal yang mengganggu. Soal KPK meminjam uang Rp 5 miliar untuk OTT. Terus terang ini bikin saya tidak bisa tidur," kata Syarif disela rapat

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief dalam Rapat Kerja bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017)(Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com) 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif tidak terima atas tudingan Presiden Kongres Advokat Indonesia Indra Sahnun Lubis bahwa, KPK meminjam uang Rp 5 miliar dari pengusaha Probosutedjo.

Hal itu diungkapkan Indra saat mengikuti rapat bersama Pansus Angket KPK beberapa waktu lalu. Indra menyebut, uang itu digunakan oleh KPK untuk menjebak oknum pegawai Mahkamah Agung dalam operasi tangkap tangan.

"Ada satu hal yang mengganggu. Soal KPK meminjam uang Rp 5 miliar untuk OTT. Terus terang ini bikin saya tidak bisa tidur," kata Syarif disela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).

Syarif mengaku sudah bertanya terkait hal tersebut kepada pimpinan KPK jilid pertama. Menurut pimpinan yang terdahulu, uang Rp 5 miliar tersebut tidak ada.

"Lihat dari amar putusan itu uang untuk negara. Jadi enggak ada uang Rp 5 miliar itu ke KPK," katanya.

Usai rapat, Syarif kembali menegaskan, bahwa tudingan tersebut adalah hoax. Dirinya juga menyalahkan wartawan yang menurutnya ikut menyebarkan informasi tidak benar.

"Itu salah, kenapa kalian (media) ikut menyebarkan hoax? Itu sudah putus, inkrah, dan uang sudah diambil negara. Cek putusannya," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Indra menyebut, uang Rp 5 miliar yang dipinjam untuk menjebak pegawai MA itu diserahkan langsung oleh Probosutedjo. Informasi itu pengakuan langsung dari Probosutedjo selaku kliennya.

"Pak Probosutedjo menyediakan uang Rp5 miliar. Mereka (KPK) pinjam untuk menjebak," kata Indra di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).

Presiden Kongres Advokat Indoensia (KAI), Indra Sahnun Lubis seusai menghadiri rapat bersama Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)
Presiden Kongres Advokat Indoensia (KAI), Indra Sahnun Lubis seusai menghadiri rapat bersama Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) 

Indra menjelaskan, proses terjadinya pemberian uang oleh Probosutedjo.

Saat itu, adik Presiden Soeharto ini disadap oleh penyidik KPK akan memberi suap kepada sejumlah pegaiwai di Mahkamah Agung pada tahun 2006.

Probosutedjo awalnya mengajukan kasasi terkait kasus korupsi penyelewengan dana reboisasi milik pemerintah sebesar Rp100,9 miliar.

Saat itu, sejumlah penyidik KPK datang ke kediaman Probosutedjo untuk meminjam uang Rp5 miliar. Uang suap itu hendak dijadikan alat menjebak pegawai MA yang datang ke kediaman Probosutedjo.

Probosutedjo
Probosutedjo ()

Setelah penerimaan uang terjadi, Indra menyebut, para penyidik KPK bersembunyi di sejumlah sisi rumah, hingga melakukan operasi tangkap tangan terhadap para pegawai yang datang ke tempat tersebut.

Penangkapan pun dilakukan setelah oknum pegawai MA menerima uang Rp5 miliar yang disimpan di dalam boks yang ditaruh di atas meja.

"Mereka sembunyi-sembunyi. Ada di balik kursi dan meja. Ketika orang MA datang, langsung orang KPK mengambil uang untuk tangkap tangan," ujarnya.

Setelah penangkapan itu, Indra menyebut, uang Rp5 miliar milik Probosutedjo tidak pernah dikembalikan oleh KPK.

Padahal, KPK menyebut uang Rp5 miliar itu hanya dipinjam untuk menjebak hakim MA.

"Uang uang dipinjamkan tidak balik sampai sekarang. Saya tagih sebagai kuasa hukumnya waktu itu tapi tidak dikembalikan," ujar Indra.

Tidak Berdasar

Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, tudingan tersebut tidak perlu dipusingkan karena kasus suap terhadap pejabat atau pegawai di Mahkamah Agung (MA) terkait dengan pengurusan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

"Kami bingung dengan tudingan yang tidak jelas tersebut. Karena putusan atau kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap. Itu kan kasus lama, sekitar tahun 2006," terang Febri, Selasa (5/9/2017).

Febri melanjutkan dalam putusan kasus tersebut, sejumlah pihak telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Terlebih lagi, uang suap tersebut sudah dinyatakan pengadilan dirampas untuk negara.

"Kami mengimbau semua pihak yang memiliki kewenangan lebih hati-hati lagi menerima informasi, agar itu tidak parsial," tegasnya. [Wahyu Aji]

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved