Masuk Survei SMRC, Apakah Panglima TNI Akan Nyapres Setelah Pensiun? Begini Pengakuannya

nama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo masuk yang disurvei SMRC untuk mengetahui elektabilitas calon pada Pilpres 2019

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bersama Presiden Joko Widodo 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting ( SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, nama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo masuk dalam jajaran tokoh yang disurvei SMRC untuk mengetahui tingkat elektabilitas calon yang dianggap berpotensi maju pada Pilpres 2019.

Hasil survei menunjukkan, tingkat elektabilitas Gatot masih rendah jika dibandingkan nama-nama lainnya. 

"Gatot Nurmantyo masih rendah, masih di bawah 1 persen (0,3 persen). Itu top of mind, dukungan solid yang agak sulit diubah," kata Djayadi, di Kantor SMRC, Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Menurut Djayadi, nama Gatot ikut disurvei karena belakangan ini menjadi perhatian publik. 

"Nama Gatot selalu masuk survei wajar. Karena nama dia sering disebut, beredar di masyarakat. Cuma ya elektabilitasnya dia masih belum kompetitif. Jadi masih rendah sekali elektabilitasnya," kata dia.

Bahkan, kata Djayadi, dengan sisa waktu Pilpres 2019 yang kurang dari dua tahun lagi, akan susah bagi Gatot untuk menggaet dukungan publik jika memang hendak bertarung di Pilpres.

"Potensi tentu ada. Pilpres dua tahun kurang ya tidak mudah. Kan tak bisa tiba-tiba muncul dengan elektabilitas Gatot yang hanya 0,3 persen itu. Tak cukup kompetitif buat layak bertarung," kata dia.

Berikut hasil survei yang dilakukan SMRC, saat responden ditanya siapa yang akan dipilih sebagai Presiden jika Pilpres digelar saat ini:

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai menghadiri upacara peringatan HUT ke-72 TNI, di Dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017).
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai menghadiri upacara peringatan HUT ke-72 TNI, di Dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017). (KOMPAS.com/Kristian Erdianto)

1. Joko Widodo (38,9 persen)
2. Prabowo Subianto (12 persen)
3. Susilo Bambang Yudhoyono (1,6 persen)
4. Anies Baswedan (0,9 persen)
5. Basuki Tjahaja Purnama (0,8 persen)
6. Jusuf Kalla (0,8 persen)
7. Hary Tanoe (0,6 persen)
8. Surya Paloh (0,3 persen)
9. Agus Yudhoyono (0,3 persen)
10. Ridwan Kamil (0,3 persen)
11. Gatot Nurmantyo (0,3 persen)
12. Mahfud MD (0,3 persen)
13. Tuan Guru Bajang 0,2 persen. 
14. Chairul Tanjung 0,2 persen. 
15. Sri Mulyani 0,1 persen.

Adapun, 41,9 persen responden menyatakan tidak menjawab/rahasia. 

Survei yang dilakukan SMRC terkait kecenderungan dukungan politik tiga tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi). Survei tersebut digelar pada 3-10 September 2017.

Survei ini melibatkan 1.220 responden yang merupkan warga negara Indonesia (WNI), telah mempunya hak pilih dalam pemilihan umum yakni sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Responden dipilih secara random atau multistage random sampling. Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.057 atau 87 persen.

Presiden Joko Widodo (kedua kiri, berjaket merah) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) berrsama para perwira dan prajurit TNI dan Polri beserta warga menonton film 'Pengkhianatan G30 S/PKI' di lapangan tenis indoor Markas Korem 061 Suryakencana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/9/2017) malam.
Presiden Joko Widodo (kedua kiri, berjaket merah) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) berrsama para perwira dan prajurit TNI dan Polri beserta warga menonton film 'Pengkhianatan G30 S/PKI' di lapangan tenis indoor Markas Korem 061 Suryakencana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/9/2017) malam. (ANTARA/Setpres/Laily Rachev)

Margin of error survei ini ± 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara terlatih.

Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih atau spot check.

Sikap Panglima TNI

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan memasuki masa pensiun dari militer pada Maret 2018 mendatang.

Itu berarti enam bulan dari sekarang, dan 9 bulan jelang tahun dilaksanakannya Pemilu Presiden 2019.

Lalu apa hubungannya Jenderal Gatot dengan Pemilu Presiden 2019?

Apakah Jenderal Gatot akan memilih jalan politik?

Pertanyaan inilah yang "diburu" Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosianna Silalahi saat mewawancarai Jenderal Gatot Nurmantyo jelang peringatan HUT ke-72 TNI.

Namun saat ditanyakan mengenai hal itu, Jenderal Gatot mengatakan dirinya tengah fokus untuk mempersiapkan penerusan rantai estafet di TNI.

"Saya berkonsentrasi melaksanakan tugas sebagai Panglima TNI. Yang saya lakukan bagaiama tongkat estafet ini diberikan kepada generasi penerus saya dengan kondisi solid," ujar Jenderal Gatot dalam Program Rosi di Kompas TV, Kamis (5/0/2017).

Selain itu juga agar rantai komando dari bawah ke atas tegak lurus. Pun antar matra bersatu.

"Terpenting TNI dan Rakyat bersatu dan manunggal. Karena kemanunggalan TNI dan Rakyat merupakan sentral kekuatan Indonesia dan TNI" tegasnya.

Nah kalau dirinya berpolitik , menurut Jenderal Gatot, pasti ia akan berpijak kepada satu atau dua dan tiga partai politik yang ada di Indonesia.

Sikap itu, imbuhnya, malah akan membelah.

"Itu tidak boleh terjadi anggota TNI tidak boleh melakukan politik praktis," demikian ia menekankan sikapnya.

Rosi pun balik bertanya mengenai banyak partai politik yang menggadang-gadang Jenderal Gatot sebagai calon alternatif di pilpres 2019.

Menurut Jenderal Gatot, hal itu adalah hak prerogratif partai politik.

"Itu Hak prerogratif partai-partai. Saya tidak bisa melarang dan menegur," ucapnya.

"Biarkan saja. Tapi saya tetap konsisten, bahwa saya adalah prajurit sejati, tidak boleh berpolitik praktis. Politik saya adalah politik negara," imbuhnya.

[Kompas.com/KompasTV]

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved