Berita Nasional Terkini

Sidang Praperadilan Nadiem Makarim, Kuasa Hukum Bongkar Bukti Baru hingga Dugaan Cacat Formil

Perwakilan tim kuasa hukum, Dodi S Abdulkadir, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah.

Editor: Heriani AM
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KASUS NADIEM MAKARIM - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim usai menjalani pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025). Perwakilan tim kuasa hukum, Dodi S Abdulkadir, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNKALTIM.CO - Tim kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyerahkan bukti tambahan dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025). 

Sidang ini terkait permohonan pembatalan status tersangka Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2020–2022.

Bukti tersebut melengkapi dokumen yang sebelumnya telah diajukan kepada hakim tunggal praperadilan, I Ketut Darpawan.

Tim hukum berharap seluruh bukti dan fakta persidangan dapat menjadi pertimbangan hakim untuk menghasilkan putusan yang adil, termasuk membatalkan penetapan tersangka terhadap Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020–2022.

Baca juga: Hotman Paris Klaim tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Nadiem Makarim

Perwakilan tim kuasa hukum, Dodi S Abdulkadir, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah.

Ia menyoroti bahwa sejak sidang praperadilan dimulai pada 3 Oktober 2025, Kejaksaan Agung belum memberikan penjelasan resmi mengenai perbuatan pidana yang dituduhkan maupun dasar hukum penetapan tersangka.

Menurut Dodi, proses yang dijalankan Kejagung cacat hukum secara formil dan materiil.

Ia menilai dua alat bukti yang digunakan tidak cukup, dan belum ada perhitungan resmi kerugian keuangan negara oleh lembaga yang berwenang.

“Mengingat tindak pidana korupsi kini merupakan delik materiil, maka penetapan tersangka tanpa kerugian nyata ibarat menetapkan tersangka pembunuhan tanpa ada korban yang meninggal,” ujar Dodi.

Pandangan Ahli Hukum

Pakar hukum pidana Dr. Chairul Huda yang dihadirkan sebagai saksi ahli menyatakan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya (actual loss), bukan sekadar potensi kerugian (potential loss).

Ia menegaskan bahwa hasil expose penyidikan tidak dapat dijadikan alat bukti sah.

Pandangan ini sejalan dengan pernyataan saksi ahli dari pihak Kejagung, Prof. Suparji Ahmad.

Ia menyebut bahwa kerugian negara dalam perkara korupsi harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara pasti sebelum penetapan tersangka dilakukan.

Baca juga: Update Kasus Nadiem Makarim, Kejagung Tegaskan Aliran Dana Bukan Syarat Penetapan Tersangka Korupsi

Amicus Curiae dari Tokoh Antikorupsi

Dalam sidang sebelumnya, sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai latar belakang, termasuk mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mantan Jaksa Agung, mengajukan pendapat hukum dalam bentuk Amicus Curiae kepada hakim.

Para Amici menilai bahwa proses praperadilan di Indonesia kerap menyimpang dari fungsi pengawasan terhadap diskresi penyidik.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved