Kesehatan
Tak Sembarang Ibu Menyusui Bisa Jadi Pendonor ASI, Begini Syaratnya
Kesadaran masyarakat untuk memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada bayi mereka semakin meningkat.
Minim informasi
Informasi mengenai kebutuhan ASI di media sosial pada umumnya hanya mengungkapkan jenis kelamin bayi, agama, domisili, dan juga tentang pola makan dan gaya hidup ibu pendonor.
Berbekal rasa percaya, ASI pun diberikan pada bayi-bayi yang memang membutuhkan.
Melihat fenomena tersebut, Ketua Satuan Tugas ASI dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Elizabeth Yohmi, Sp.A mengaku prihatin pemberian ASI dari donor tidak disertai dengan screening sama sekali.
Sebagai alternatif makanan bayi, ASI dari donor memang terbaik, karena paling bisa ditolerir oleh pencernaan bayi.
Tetapi ada juga kerugiannya.
Baca: Juventus Tragis, Napoli Berakhir Manis. . . Inilah Hasil Liga Italia 2 Big Match
Baca: Alamak, Remaja Ini Jadi Muncikari, Segini Tarif yang Dipatoknya untuk Kencan dengan ABG
Baca: Hati-hati, Bisa Jadi Penyakit, Ini Lho Efek Jika Bagian Dada Ini Sering Dihisap
“Meskipun ASI itu adalah susu, tetapi ia sebenarnya adalah produk darah yang dapat mentransfer berbagai penyakit. Kasus yang paling sering ditemui adalah penularan virus CMV, hepatitis B dan C, dan HTLV (virus pemicu leukemia dan limfoma),” jelas dr. Yohmi.
Ia mengungkapkan fakta seorang bayi di Surabaya yang lahir prematur dan mendapatkan donasi ASI.
Beberapa bulan kemudian baru diketahui bayi itu tertular HIV yang berasal dari donasi ASI setelah kesehatannya terus menurun.
Yohmi melanjutkan, Badan Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tidak merekmondasikan ASI dari donor tanpa didahului screening atau penapisan.
Hal itu tidak hanya dilakukan pada ASI saja tetapi ibu yang memproduksi ASI.
Penapisan dapat berupa pemeriksaan secara lisan (wawancara) atau tertulis dan dilanjutkan cek laboratorium.