Edisi Cetak Tribun Kaltim
Citra Niaga Riwayatmu Kini, Tambah Sepi di Malam Hari
Ada empat blok utama dari kawasan Citra Niaga Samarinda. Keempat-empatnya memiliki dagangan tersendiri,
Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Kesan sepi menjadi salah satu kondisi yang Tribun dapatkan selama dua kali mengunjungi kawasan Citra Niaga, Samarinda.
Tak ramainya pengunjung, juga didapatkan dalam kunjungan tersebut.
Ada empat blok utama dari kawasan Citra Niaga Samarinda. Keempat-empatnya memiliki dagangan tersendiri, yakni area penjualan handphone, kuliner, penjual pakaian, serta kawasan asli Citra Niaga yang menjadi pusat pemjualan oleh-oleh khas Kaltim.
Di kawasan terakhir inilah, yang menjadi kawasan awal dibangunnya Citra Niaga sejak 1987 silam.
Baca: SBY Diundang Jokowi ke Pernikahan Kahiyang, Bagaimana dengan Prabowo?
Berjalan masuk ke tenag-tengah Citra Niaga, sebuah gazebo besar disiapkan.
Namun sayang, Gazebo seringkali digunakan beberapa masyarakat untuk sekedar tidur siang. Pengamatan Tribun, gazebo digunakan lebih dari dua orang saat sore hari itu, Jumat (27/10).
Di depannya, halaman besar biasa digunakan anak-anak pedagang untuk bermain bola. Di area iniah terpampang plang nama besar bertuliskan "Kawasan Obyek Wisata Belanja Citra Niaga Samarinda".
Baca: Setelah Hanna Annisa, Kini Lutfiah Sari, Mahasiswa UI Lainnya Juga Bikin Heboh
Berkeliling ke sekitar, sudah tampak satu hingga dua ruko, yang mulai tutup. Ini ditandai dengan adanya tulisan ruko disewakan/ dikontrakkan, tepat di pintu ruko.
Kondisi pedagang juga demikian. Setiap ruko/ tempat berjualan, hanya diisi satu atau dua penjaga. Tak banyak ruko yang memiliki 3 penjaga, meskipun ukuran ruko tersebut, cukup besar jika hanya dijaga satu atau dua orang. Kesemuanya pun rata-rata melakukan hal yang sama, mulai dari duduk-duduk di pelataran toko, bermain handphone, sampai tidur siang di belakang dagangan mereka.
Kondisi di malam hari malah tambah sepi. Beberapa toko yang sebelumnya dapat dilihat di siang hari sudah tampak tutup.
Pun demikian dengan aktivitas di halaman Citra Niaga, yang sudah tak ada sama sekali.
Baca: Video Mesum Bongkar Kelakukan Bejat Suami Terhadap Anak Kandung, Sang Istri Langsung Lakukan Ini
"Memang kalau malam tambah sepi. Biasanya hanya menjaga dagangan saja," ujar Sholek, salah satu pedagang di Citra Niaga Samarinda.
Dari segi biaya, retribusi sebesar Rp 3 ribu/ hari harus dikeluarkan pedagang kepada pihak pengelola Citra Niaga Samarinda. Sebulan, ditotal ada Rp 90 ribu yang harus mereka siapkan. Sementara untuk penerangan, biayai dari kantong sendiri, berkisar Rp 100 ribu / bulan.
Meskipun sepi, ada satu keunggulan dari Citra Niaga Samarinda, yakni kebersihannya yang masih terjaga. Dari beberapa telusur jalan hingga ke halaman tengah, tak banyak sampah yang ditemui. Apalagi juga sudah disiapkan beberapa box kotak sampah yang tersebar di beberapa lokasi.
Baca: Dramatis, KM Dharma Kencana II Nyaris Terbakar Habis di Tengah Laut
Namun, masalah lain juga ada, yakni persoalan parkir, yang hampir bisa ditemukan di setiap sisi jalan masuk ke Citra Niaga Samarinda.
Beberapa petuga parkir tersebut, sudah memiliki blok-blok masing-masing.
Dalam persinggahan Tribun ke satu hingga dua toko, tak banyak pembeli yang datang. Meskipun sudah singgah lebih 1 jam, pembeli yang datang tak lebih dari 5 orang. Itupun tak semuanya membeli. Ada yang hanya melihat-lihat, memegang barang dagangan, dan sekedar bertanya harga.
Datangnya pembeli ini, pun dianggap suatu hal yang menggembirakan bagi pedagang Citra Niaga. Biasanya pedagang akan langsung menyambut, sembari berucap "
Selamat Datang" dan mempersilakan untuk langsung masuk ke area toko.
Baca: Begini Penjelasan Waskita Karya Soal Insiden Ambruknya Konstruksi Jembatan Tol Pasuruan-Probolinggo
Termurah Rp 5 Ribu
Ragam barang khas Kaltim dipasarkan di Citra Niaga Samarinda. Harganya pun beragam. Dari yang termurah hingga termahal yang bisa mencapai Rp 1 juta ke atas.
"Paling murah itu, gantungan kunci. Sekitar Rp 5 ribu. Ada juga manik-manik dan gelang kecil seharga Rp 10 ribu," kata Luci, pedagang souvenir di Citra Niaga.
Untuk yang paling mahal, adalah baju adat khas Kaltim, yang bisa mencapai angka Rp 1 jutaan.
Baca: Kandaskan Ganda Korea, Greysia/Apriyani Raih Gelar Juara Superseries Pertama
"Kalau kaos biasa, itu hanya Rp 50-75 ribu/ itemnya. Yang mahal, biasanya baju adat. Kalau baju adat Dayak laki-laki, sekitar Rp 500-700 ribu. Kalau baju adat Dayak perempuan, mulai Rp 900- 1 jutaan," kata Sholek, pedagang lainnya.
Selain barang khas Kaltim tersebut, juga dijajakan beberapa barang pecah belak khusus kebutuhan dapur yang di pajang tepat di depan beberapa toko di Citra Niaga Samarinda.
"Sebenarnya semuanya masih murah-murah. Ada jam dinding dengan ukiran. Ada batu permata. Tetapi, memang pasarnya khusus untuk pendatang," katanya.
Baca: Nggak Peduli Dikecam Netter karena Pelorotin Celana Kekasih di Tempat Umum, Begini Kata Artis Ini
Tak Bisa Pindah
Mengapa masih ada pedagang di Citra Niaga Samarinda yang tetap bertahan di kawasan tersebut, juga dikarenakan beberapa faktor. Salah satunya adalah, keenganan pindah akibat toko merupakan usaha keluarga yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun.
"Mau sih pindah.Tetapi, dimana ? Usaha ini pun sudah dilakukan sejak dari orangtua. Kalau buat baru, kami takut rugi, karena tak ada keahlian, selain berjualan souvenir," ucap Maria, salah satu pedagang di Citra Niaga Samarinda.
Selain itu, kurangnya modal juga jadi alasan. Jika harus membuka usaha, kebutuhan akan keluarga masih tinggi, yang membuat beberapa pedagang, kekurangan modal membuka usaha baru.
Baca: Saham Waskita Ikutan Ambruk
"Modalnya tak ada, kalau buka baru. Ini saja tiap bulan, penghasilan tak menentu. Kalau buka di tempat yang lain, untuk sewa ruko saja bisa puluhan juta," kata Sholek.
Meski demikian beberapa pedagang sudah mulai menggunakan online sebagai alat mereka memasarkan dagangannya.
Biasanya hal ini diserahkan kepada anak-anak mereka yang lebih paham teknologi.
Tetapi, itupun tak banyak membantu, karena pasar pembeli mereka bukanlah warga asli Samarinda. "
Ya itu. Kalau online pun kan yang beli biasanya orang luar. Kalau orang dalam Samarinda saja, kecil kemungkinan jadi pembeli. Kalau pun membeli, biasanya ada acara khusus. Misalnya, untuk membeli pakaian adat, karena ada acara budaya, dan sebagainya," katanya. (anj)