Tekad Pangeran Arab Saudi Menjadi Negara Islam Moderat Disambut Skeptis, Bagaimana dengan Wahabi?

Klaim Pangeran Mohammad bakal menghadapi sambutan skeptis dari dunia internasional. Sebab, ulama garis keras dinilai masih

Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman bin Abdulaziz Al Saud 

Saudi yang lebih moderat dalam pandangan keagamaan mulai muncul dalam pemerintahan Raja Abdullah (2005-2015). Ia melakukan sejumlah reformasi seperti mengangkat perempuan sebagai anggota majelis syuro atau MPR-nya Saudi Arabia.

Ia mendorong pendidikan bagi rakyat Saudi dan mendirikan King Abdullah University of Science and Technology (KAUST). Di universitas tersebut mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelas. Hal ini merupakan satu yang baru kerena di seluruh Arab Saudi, siswa laki-laki dan perempuan dipisah.

Ulama senior Saudi Arabia Syaikh Dr Saad bin Abdul Aziz bin Nassir Shitri dipecat karena secara publik berkomentar bahwa pencampuran laki-laki dan perempuan dalam kelas adalah haram. Raja Abdullah semasa pemerintahannya mengeluarkan dekrit bahwa hanya ulama senior dan mendapat izin raja yang bisa mengeluarkan fatwa.

Hal ini sebagai upaya untuk menghentikan adanya fatwa tidak jelas yang dikeluarkan oleh ulama. Pemerintah Saudi sendiri tampaknya kerepotan dengan keberadaan ulama garis keras.

Jika pemerintah Saudi berusaha memoderatkan negerinya dari para ulama konservatif, para pengikutnya di Indonesia dengan leluasa bergerak dan memanfaatkan keluguan Muslim awam bahwa segala sesuatu yang datang dari Saudi Arabia adalah Islam yang otentik.

Pemerintah Indonesia bersikap canggung atas keberadaan ulama-ulama garis keras ini: atas nama demokrasi, seoalah setiap orang boleh berbicara apa saja, termasuk mempertanyakan dasar negara atau membahas masalah khilafiyah dengan cara yang tidak santun. Mereka menghakimi bahwa segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ajarannya sebagai bid’ah, sesat, bahkan kafir.

Kini banyak khutbah di masjid-masjid di perkotaan atau di perkantoran bernada keras. Mereka, para pengikut Islam konservatif ini, secara perlahan berusaha menguasai ruang-ruang publik keagamaan. Para pengambil kebijakan di masjid perkantoran, entah tidak sadar atau sudah menjadi pengikutnya, memfasilitasi kelompok tersebut. Pejabat negara memfasilitasi orang-orang yang merongrong negara dan mempertanyakan dasar-dasar paling fundamental dari negara.

Sungguh ironis.

[Kompas.com/NU/(Mukafi Niam]

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved