Korupsi KTP Elektronik
Fahri Hamzah: Kalau Ada yang Berani Jemput Paksa Setya Novanto, Pasti Perintah Orang Kuat!
Fahri mengaku sudah mendengar rumor terkait upaya penjemputan paksa Setya Novanto yang dilakukan malam ini.
TRIBUNKALTIM.CO - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah terkejut dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga berupaya menjemput paksa Ketua DPR Setya Novanto.
"Kalau ada yang berani jemput paksa Setya Novanto, itu pasti perintah datang dari orang kuat di negara ini, sehingga aparat kepolisian khususnya, mau saja ikut-ikutan merusak lembaga negara," kata Fahri, Rabu (15/11/2017).
Baca: LIVE STREAMING - Aksi KPK di Rumah Setya Novanto, Tonton Sekarang di Sini!
Fahri mengaku sudah mendengar rumor terkait upaya penjemputan paksa Setya Novanto yang dilakukan malam ini.
Namun, ia sempat tidak percaya dengan rumor tersebut.
"Saya tidak percaya bahwa kita semua sudah gila," kata Fahri.
Baca: Sadis! Karyawati Bank Diperkosa lalu Dibakar Sepulang Kerja, Jasadnya Ditemukan Sudah Begini

Baca: Blak-blakan, Kevin Lilliana Ngaku Sempat Alami Hal Menyakitkan di Depan Kylie Verzosa
Menurut Fahri, keterlibatan KPK dalam gerakan politik menarget Setya novanto akan menghancurkan seluruh bangunan negara hukum di Indonesia.
"Presiden Jokowi harus bertanggung jawab apabila hal itu terjadi," kata dia.
Setya Novanto sebelumnya sudah 3 kali mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus E-KTP.
Lalu pada Rabu hari ini, Novanto yang diperiksa sebagai tersangka juga mangkir.
Baca: Papua Memanas, Brimob Kaltim Kirim 2 Kompi Pasukan
Akhirnya pada Rabu malam ini, sejumlah penyidik KPK mendatangi rumah Ketua DPR itu.
Selain itu, berdasarkan pantauan KOMPAS.com, sejumlah petugas kepolisian juga terlihat berjaga.
Bahkan, ada aparat kepolisian yang membawa senapan laras panjang yang berjaga.
Baca: 31 Fakta tentang Setya Novanto yang Jarang Diketahui Publik, Dari Sopir hingga Juragan Beras
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengaku prihatin lantaran penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kediaman Ketua DPR RI, Setya Novanto.
"Kehadiran para penyidik di rumah saudara Novanto tentu membuat kita prihatin dan terkejut," kata Bambang Soesatyo di JI-EXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, (15/11/2017).

Menurutnya, penyidik KPK tak seharusnya melakukan upaya itu kepada tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tersebut.
"Karena kita melihat alasan yang dipakai Novanto melalui pengacaranya, sebenarnya alasan yang masuk akal sebagaimana alasan yang dipakai KPK untuk menghindar dari panggilan Pansus dengan alasan sedang ada upaya hukum di Mahkamah Konstitusi," ujar dia.
Baca: Untuk Rp 5 Miliar, Pria Ini Tega Jual Istrinya kepada Bosnya, Setelah 5 Tahun, Ini yang Dialaminya
Politisi Partai Golkar itu menegaskan, seharusnya lembaga antirasuah mencari cara yang lebih elegan dalam menangani perkara Novanto dan bukan sebaliknya justru membuat kegaduhan di masyarakat.
"Dalam kasus Novanto ini, sebaiknya menghindari kegaduhan. Tegas boleh, dalam penegakkan hukum cuma harus dicari upaya yang lebih elegan dan membangun situasi yang kondusif," kata dia.
Ia pun berharap, KPK dan Novanto bisa menyelesaikan perkara ini dengan baik-baik.
"Sebaiknya memang diselesaikan secara baik. Penyidik KPK dapat keterangan yang dibutuhkan, Novanto juga mendapat perlakuan sebagaimana kita memahami KPK tidak hadir dalam panggilan Pansus. Karena sedang melakukan upaya hukum terkait dengan yang diacarakan," tutup dia.
Seperti diketahui, KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017).
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Baca: Lagu Akad Dituding jadi Penyebab Hengkangnya Vokalis Payung Teduh
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Pasal yang disangkakan terhadap Novanto adalah Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (*)