Berupaya Lolos dari Jeratan Hukum KPK, Novanto Kerahkan 9 Saksi Meringankan, Ini Identitas Mereka

KPK akhirnya membeberkan 9 saksi dan lima ahli yang meringankan Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto berada di mobil tahan KPK seusai menjalani pemeriksaan di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). Kedatangan Setya Novanto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP - KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membeberkan 9 saksi dan lima ahli yang meringankan Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan sembilan saksi yang diajukan yakni Rudi Alfonso, Melky Lena, Anwar Puegeno, Idrus Marham, Agun Gunanjar, Robert Kardinal, Aziz Syamsuddin, Maman ‎Permana, dan Erwin Siregar.

Sementara lima ahli yang diajukan ialah Mudzakir, Romly Atmasasmita, Samsul Bakri, Supandji, Margarito Kamis.

Dua dari lima ahli tersebut, lanjut Febri pernah diperiksa KPK dalam kasus e-KTP.

"Hari ini, Senin (27/11/2017) ‎saksi yang hadir adalah Maman Permana, Wakil Sekjen Partai Golkar, Aziz Syamsudin, anggota DPR RI dan ahli Margarito Kamis, Dosen," ujarnya di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2017).

Ahli hukum tata negara, Margarito Kamis keluar dari gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan, Senin (27/11/2017). Margarito Kamis diperiksa sebagai saksi meringankan untuk tersangka Setya Novanto terkait kasus korupsi KTP elektronik. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ahli hukum tata negara, Margarito Kamis keluar dari gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan, Senin (27/11/2017). Margarito Kamis diperiksa sebagai saksi meringankan untuk tersangka Setya Novanto terkait kasus korupsi KTP elektronik. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Untuk saksi lainnya yakni Idrus Marham, stafnya datang KPK mengantar surat, tidak bisa datang dan minta penjadwalan ulang.

"Saksi Melky Lena juga mengirimkan surat ke KPK tidak bisa datang karena ada tugas partai di luar kota," singkat Febri.

Yakin Lolos

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis selesai diperiksa penyidik KPK pada Senin (27/11/2017) siang.

Dia diperiksa sebagai ahli meringankan yang diajukan Ketua DPR, Setya Novanto, tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Usai diperiksa, pada awak media, Margarito mengaku tim penyidik hanya mengajukan sekitar dua atau tiga pertanyaan.

Dalam pemeriksaannya tadi, Margarito menjelaskan seputar prosedur pemeriksaan terhadap anggota DPR.

"Tadi hanya seputar prosedur pemeriksaan anggota DPR," kata Margarito di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Margarito menjelaskan, KPK dan lembaga penegak hukum lain seharusnya meminta izin pada Presiden Joko Widodo jika ingin memeriksa anggota DPR, termasuk Setya Novanto.

Meskipun dalam Pasal 245 ayat (3) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 menyebut ketentuan sebagaimana pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau disangka melakukan tindak pidana khusus.

Menurut Margarito frasa 'disangka' dalam Pasal 245 ayat (3) mengandung arti telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu, KPK harus meminta izin Presiden jika ingin memeriksa anggota DPR yang berstatus sebagai saksi.

"Pengertian disangka melakukan tindak pidana korupsi tidak punya makna lain kecuali tersangka. Untuk memeriksa seseorang tersangka menurut keputusan MK Nomor 21 tahun 2014, mesti diperiksa dulu sebagai calon tersangka. Waktu diperiksa sebagai calon tersangka musti ada izin Presiden," ungkapnya.

Margarito menilai KPK belum memenuhi prosedur dalam menetapkan Novanto sebagai tersangka. Ini Hal lantaran Setya Novanto tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan penegak hukum untuk memeriksa calon tersangka.

"Menurut saya tidak cukup (prosedur) karena sejauh yang saya tahu, dia ( Setya Novanto) tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka karena dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Sementara MK mewajibkan dia untuk diperiksa sebagai calon tersangka," ujarnya.

Margarito menambahkan prosedur pemeriksaan ini dapat menjadi celah yang dapat dimanfaatkan Setya Novanto dalam persidangan gugatan praperadilan yang diajukannya.

Bahkan menurut Margarito, bukan tidak mungkin Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan kembali mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto. "(Jadi) Celah. Ya. Kemungkinan ( Setya Novanto lolos)," katanya.

[Theresia Felisiani]

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved