Sempat jadi Imam Shalat, Mugiyanto Tewas Terbawa Banjir
tiga rumah yang berhimpitan terdampak pada bencana banjir ini. Tiga rumah itu dihuni oleh 14 orang.
Sementara Mugiyanto masih terjebak di dalam rumah. Kakek itu hendak mengambil cangkul untuk memperbaiki saluran belakang rumah, sehingga aliran luapan beralih dan tak menghantam rumah.
Ahmad menyeru agar Mugi lekas keluar karena tanggul mulai bedah.
"Saya panggil untuk keluar, dia jawab nun (ya), panggilan ketiga sudah tidak jawab saat tanggul longsor dan menjebol rumah," katanya, Rabu (29/11/2017).
Tanggul yang hanya berjarak sekitar 2 meter dari dinding rumah Mugi itu akhirnya benar-benar ambrol selebar sekitar 4 meter.
Arus air bercampur material talut lalu menjebol sebagian tembok rumah Mugi.
Dinding permanen sisi samping hingga belakang rumah jebol sepanjang sekitar 8 meter.
Tembok kamar dalam rumah pun jebol diterjang arus yang menghanyutkan seisi rumah.
Panggilan Ahmad ke Mugi sudah tak lagi terjawab. Wujud orang tua itu tak terlihat di antara puing rumah yang hanyut.
Tubuh Mugi yang renta hilang entah kemana.
Baca: Lama Tak Terdengar, Backing Vokal Wanita Kangen Band Ini Hadir dengan Kabar Mengejutkan
"Padahal sebelum kejadian itu dia masih sempat mengimami salat jamaah di masjid," katanya.
Rabu (29/11/2017), banjir telah surut, aliran saluran kembali normal. Rumah Mugi telah dibersihkan dari material longsor dan puing rumah. Namun tubuh Mugi tak ditemukan di lokasi kejadian.
Pukul 10.30 WIB, jasad Mugi ditemukan tersangkut bangkai pohon kelapa yang terbawa arus Sungai Serayu bawah jembatan gantung Selokromo Leksono Wonosobo, atau 10 kilometer dari tempat kejadian.
Ahmad mengatakan, jebolnya tanggul di sisi rumah Mugi diawali air saluran yang meluap saat hujan lebat.
Badan jembatan saluran di sisi rumah Mugi dibangun terlalu rendah sehingga menghambat laju air.