Dikenal Bau dan Kumuh, Ternyata Ada Spot yang Indah Loh di Hulu Sungai Karang Mumus
Ternyata, bicara soal Sungai Karang Mumus (SKM) tidak melulu identik dengan kotor, kumuh dan bau.
Penulis: Doan E Pardede |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ternyata, bicara soal Sungai Karang Mumus (SKM) tidak melulu identik dengan kotor, kumuh dan bau.
Jauh di hulu sungai, tepatnya di seputaran Kelurahan Lempake, ada sebuah spot yang cukup indah.
Para pecinta lingkungan menamainya "Kanopi SKM".
Siapa sangka, Sungai Karang Mumus (SKM), sungai yang membelah Kota Samarinda sepanjang lebih dari 30 kilometer ini, yang selalu identik dengan bau dan kotor ternyata memiliki sebuah spot yang cukup indah.
Oleh para pecinta lingkungan, spot ini dinamai "Kanopi SKM'.
Disebut demikian karena bentuknya memang mirip kanopi, yang biasanya terdapat di sebuah bangunan.

Baca: Beredar di Medsos Foto Seksi Eks Anggota DPRD Nunukan, Begini Pengakuannya
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Ternyata Begini Bentuk Asli Kabah tanpa Kain Penutup Kiswah
Baca: Unggah Foto Ritual Berendam, Roro Fitria Disindir dari Keraton Mana, Jawabannya Nggak Sangka!
Baca: Ada Rasa Pisang hingga Cokelat, Amankah Kondom Tersebut untuk Kesehatan?
Baca: Miris. . . Bocah Ini Pakai Kantong Plastik Tutupi Perutnya yang Berlubang Selama 8 Tahun!
Baca: Rumah Murah Baru Terbangun 700 Unit, yang Antre Sudah 3.000 Orang!
Suasana di spot ini masih sejuk dan asri.
Airnya juga jernih dan sangat berbeda dengan air SKM yang ada di pusat perkotaan Kota Samarinda.
Spot kecil sepanjang sekitar 50 meter ini adalah wajah asli SKM yang masih tertinggal.
Di sungai sepanjang sekitar 50 meter tersebut, dahan hingga tajuk masing-masing pohon yang tumbuh saling bersentuhan di atas, dan membentuk sebuah terowongan kecil.
Pertemuan tajuk-tajuk ini seakan menjadi atap penutup air yang ada di bawahnya.
Dari Sekolah Sungai yang ada di Jalan Muang Ilir, Gang Tani RT 27 Lempake, lokasi ini bisa ditempuh dengan menggunakan perahu ketinting selama sekitar 20 menit perjalanan.
Di sepanjang jalan menyusuri aliran sungai, juga bisa ditemui beberapa pohon-pohon asli SKM diantaranya pohon bungur, bamban, dan kariwaya.
Pohon Bungur ini sendiri memiliki bunga yang dijuluki "Bunga Sakuranya" Kota Samarinda.
Bahkan jika beruntung, beberapa hewan liar seperti bekantan, masih bisa terlihat.

Beberapa ujung pohon yang sedikit gundul karena habis dimakan Bekantan juga bisa terlihat.
Di sepanjang aliran sungai, juga belum banyak berdiri bangunan.
Hanya terlihat ada sekitar dua buah rumah penduduk dan pabrik tahu.
Informasi yang dihimpun Tribunkaltim.co ketika menyambangi lokasi, Sabtu (9/12/2017) spot yang oleh pecinta lingkungan disebut 'surga tersembunyi' ini baru empat bulan belakangan bisa dijangkau.
Dulunya, permukaan air ditutupi eceng gondok, rumput liar, dan tak ketinggalan sampah.
Hari demi hari, para relawan yang tergabung dalam Gerakan Memungut Sehelai Sampah SKM (GMSS SKM) melakukan pembersihan.
Rumput dan eceng gondok serta sampah yang menutupi permukaan air sedikit demi sedikit dibersihkan, hingga akhir bisa dilalui.

"Bagus kan!. Nggak nyangka kan kalau ada yang begitu di Kota Samarinda," ujar Kris, dari GMSS SKM.
Kris menuturkan, bagian kecil ini menjadi gambaran bagaimana rupa SKM itu pada awalnya.
Pohon yang tumbuh juga masih asli, yakni vegetasi yang tahap hidup di dalam air atau tanah.
Jenisnya juga cukup beragam.
"Jadi, tanaman ini spesial, asli SKM. Dan beberapa terancam punah. Kita tidak menemukan lagi ada pohon rambai padi, atau pohon putat yang di sepanjang SKM hanya tinggal dua," jelasnya.
Penyebab semakin menghilangnya wajah asli SKM menurutnya cukup mudah ditemui.
Utamanya adalah pembukaan lahan, baik untuk permukiman dan ladang.
Selain itu, hal-hal kecil namun massif seperti aktivitas memancing, pertenakan di pinggir sungai, juga berkontribusi merusak bantaran sungai dan mencemari air sungai.

Apakah Kanopi SKM ini bisa ditambah?
Kris menyebut bisa. Dan saat ini, GMSS SKM bersama sejumlah instansi terkait tengah gencar menanam pohon-pohon asli SKM di bantaran sungai.
Bibit yang sudah disiapkan mencapai 20 ribu batang.
Walau tidak bisa secara keseluruhan, setidaknya, panjang badan sungai yang memiliki kanopi diharapkan bertambah.
Dan menurut Kris, butuh waktu minimal 10 tahun agar masing-masing dahan hingga tajuk pohon bertemu.
Itu pun jika pohon ini tetap dibiarkan tumbuh, dan tidak ditebang dengan alasan perluasan permukiman dan kepentingan lainnya.
"Kalau 10 tahun pohon Bungur ini bisa tumbuh. Jadi, kita nggak perlu ke Jepang untuk melihat bunga Sakura. Pohon Bungur ini seperti bunga Sakura. Makanya Kita namakan Sakura Karang Mumus," tandasnya. (*)