Baru Tahu, Ternyata Ini Sebabnya Hari Ibu Diperingati Tanggal 22 Desember

Usut punya usut, pemilihan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu itu ternyata memiliki sejarah tersendiri lho.

TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Sejumlah siswa dan siswi berpelukan bersama ibunya hingga meneteskan air mata dalam acara Kreasi Barudak Bahtera (Kirab) bertajuk "I Love You, Mom" di Taman Musik Centrum, Jalan Belitung, Kota Bandung, Selasa (22/12/2015). Acara dalam rangka memperingati Hari Ibu yang diselenggarakan SMP Bahtera ini diisi dengan kegiatan pentas musik, teater, vokal grup angklung dan art drawing. 

Baca: Resmi Ditetapkan Tersangka Kasus Narkoba, Tio Pakusadewo: Saya Bersalah

Simak saja ulasan di bawah ini.

Awal kisah, Presiden Soekarno mengadakan Kongres Perempuan Indonesia pertama yang digelar dari 22 hingga 25 Desember 1928.

Kongres ini diselenggarakan di sebuah gedung bernama Dalem Jayadipuran, Yogyakarta.

Tribunstyle melansir dari hai.grid.id, Kongres Perempuan itu adalah buah dari semangat perjuangan yang muncul setelah peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Kongres tersebut dihadiri oleh 30 organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.

Di Indonesia, organisasi wanita telah ada sejak 1912, terinspirasi oleh pahlawan-pahlawan wanita Indonesia pada abad ke-19 seperti Kartini, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna Said, dan sebagainya.

Baca: Kekasihmu Pemilik Zodiak Ini? Jangan Diputusin, Dia Calon Ayah yang Baik Lho

Kongres ini sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.

Nah, pada Kongres Perempuan Indonesia tahun 1938, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.

Presiden Soekarno menetapkan Kartini sebagai pahlawan nasional emansipasi wanita.

Alhasil,m hari lahir Kartini pun ditetapkan sebagai hari untuk memperingati emansipasi wanita nasional.

Namun, ada banyak warga Indonesia yang memprotes keputusan Presiden Soekarno tersebut.

Salah satu alasannya adalah karena Kartini hanya berjuang di Jepara dan Rembang.

Terlebih lagi, Kartini lebih pro Belanda jika dibandingkan dengan tokoh wanita seperti Cut Nyak Dien.

Halaman
123
Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved