Bayangkan Jika Hanya Sepasang Manusia yang Tersisa di Planet Bumi. . .
Padahal, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak keturunan dari perkawinan sedarah cenderung mengalami perkembangan yang tidak baik.
Mereka dilahirkan dari orangtua yang memiliki kedekatan hubungan darah sehingga mayoritas mengalami cacat fisik dan mental, serta mengalami tingkat kematian yang cukup tinggi.
Baca: Siapakah Abi? Pria yang Ditelepon Jennifer Dunn saat Penggerebekan di Rumahnya?
Baca: Dulu Mesra Sekarang Lupa, Begini Loh Ngakunya Sunan Kalijaga kepada Jennifer Dunn
Baca: Bakal Hadapi Klub Singapura, Ini Harapan Irfan Bachdim di Liga Champion Asia
Baca: Yenny Wahid Tolak Pinangan Prabowo, Ternyata Ini Alasannya
Masih banyak kasus yang terjadi, tetapi yang jelas masalah utamanya terletak pada variasi gen yang terbatas.
"Dengan jumlah populasi yang kecil, semua orang akan segera saling terhubung, cepat atau lambat. Keterkaitan itu meningkatkan efek kawin sedarah," ujar Dr Bruce Robertson, peneliti dari Universitas Otago dilansir dari Science Alert, Minggu (31/12/2017) .
Perkawinan sedarah berefek pada kualitas sperma yang akan meningkatkan proporsi telur yang tidak dibuahi dari 10 persen menjadi 40 persen.
Hal Ini, menurut Robertson, disebabkan oleh kurang beragamnya paparan genetik pada suatu populasi.
Padahal, keragaman genetik ini akan memungkinkan sebuah spesies untuk menghadapi tantangan di masa depan.
"Dengan memiliki pasangan yang komposisi kekebalannya yang berbeda, keturunan akan mendapatkan beragam imunitas tubuh yang berbeda pula," kata Dr Philip Stephens, peneliti dari Universitas Durham.
Lalu, berapa banyak variasi genetik yang dibutuhkan?
Ini adalah perdebatan yang cukup alot sampai tahun 1980-an.
Pada awalnya, disebutkan bahwa sekitar 50-500 individu dibutuhkan untuk menghindari adanya perkawinan sedarah.
Namun, kini aturan tersebut dinaikkan lagi menjadi 500-5.000 individu.