Tujuh Tahun Lalu Sudah Hilang, Kini Difteri Muncul Lagi, Ini Penyebabnya Versi DKK Samarinda
Untuk kasus alergi ini, pemberian vaksin harus dilakukan dengan cara lain, salah satunya transmisi serum.
Penulis: Doan E Pardede |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kembali merebaknya wabah difteri di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Kota Samarinda, membuat sejumlah pihak terutama masyarakat terkejut.
Pasalnya, khusus di Kota Samarinda, wabah difteri ini sudah sama sekali hilang sejak tahun 2010 lalu, atau terhitung sudah 7 tahun berlalu.
Kepala Seksi Surveilance dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda, Osa Rafshodia, di ruangannya, Rabu (17/1/2018) tak menampik bahwa pasti ada yang salah dengan kembali merebaknya wabah difteri ini.
Bukan hanya dari masyarakat, tapi juga dari pemerintah itu sendiri.
Intinya, kata Osa, pasti ada yang salah dengan imunisasi.
Baca juga:
Fredrich Yunadi Klaim Didukung Puluhan Ribu Advokat, Begini Tanggapan Ketua Peradi Semarang
Tundukkan Tim Langganan Piala Dunia, IG Asosiasi Sepak Bola Malaysia Dihampiri Netizen Indonesia
Pemain yang Baru Didatangkan Senilai Rp 1,7 Triliun Kembali Cedera, Begini Reaksi Pelatih Barcelona
Geger, Warga Kampung Satu Tarakan Temukan Bom
Yuk, Intip Sederet Fasilitas Google di Kantor Zurich untuk Para Stafnya
Pasalnya, jika imunisasi yang sudah diprogramkan pemerintah benar-benar berjalan dengan baik, seluruh masyarakat sudah pasti kebal terhadap bakteri difteri.
Di mana seperti diketahui, kata dia, satu saja warga tidak mengikuti imunisasi difteri, maka yang bersangkutan juga berpotensi menjadi sumber penyakit bagi masyarakat lainnya.
"Bisa jadi, anak-anak kita itu imunisasinya tidak lengkap. Itu nomor satu sudah. Imunisasi harus 4 kali, tapi cuma 3 kali. Juga di sekolah, ada imunisasi anak-anak berlarian. Jadi nggak diimunisasi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Osa, kembali merebaknya wabah difteri ini juga harus jadi pelajaran bagi semua pihak.
Untuk orangtua, harus benar-benar memastikan bahwa buah hatinya sudah mendapat imunisasi lengkap.
Dan jika ada orang dewasa, atau sudah berusia di atas 19 yang merasa bahwa imunisasi selama ini belum lengkap, juga bisa melakukan imunisasi mandiri di fasilitas kesehatan (faskes) atau praktik-praktik dokter.
"Imunisasi lengkap itu, umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan 18 bulan," urainya.
Dari pemerintah sendiri, kata dia, akan memastikan bahwa seluruh warga yang memang menjadi target benar-benar mendapatkan imunisasi.
Nantinya, kata dia, DKK Samarinda juga akan mengecek dengan teliti siapa-siapa saja target yang dirasa belum mendapat imunisasi.
"Jadi nanti kalau sudah selesai, akan kita sisir siapa yang belum," ujarnya.
Osa juga menyampaikan bahwa ada beberapa kondisi yang mengakibatkan seseorang tak bisa diberi vaksin. Namun semuanya, kata dia, tetap ada solusinya.
Pertama, adalah orang yang sedang sakit. Orang sakit ini baru bisa divaksin setelah sembuh.
Baca juga:
VIDEO - Lengser dari Jabatan Panglima TNI, Jenderal Gatot Pilih Tekuni Bisnis Ini
Idol K-Pop Ini Jadi Tersangka karena Masuk Universitas Lewat Jalur Belakang?
Begini Cara Pasutri Selundupkan Sabu Tarakan Berkilo-kilo ke Balikpapan, Keuntungannya Miliaran!
Anggaran Terbatas dan Tahanan Membludak, Kanwil Kemenkumham Belum Laksanakan Vaksinasi Difteri
VIDEO - Kesehatan 3 Bakal Paslon telah Memenuhi Syarat, tapi Ini Hal Lain yang Masih Harus Dipenuhi
Dan kedua, ada orang yang memang alergi terhadap vaksin. Untuk kasus alergi ini, pemberian vaksin harus dilakukan dengan cara lain, salah satunya transmisi serum.
"Tetap ada cara untuk orang-orang yang tidak bisa divaksin," katanya.
Selain itu, kembali merebaknya difteri ini juga dipengaruhi faktor cuaca.
Perubahan cuaca yang terjadi belakangan ini disinyalir turut berkontribusi menyebabkan pertumbuhan bakteri difteri semakin baik.
Kondisi cuaca yang tidak menentu juga mengakibatkan daya tahan tubuh menurun, dan mudah dimasuki sumber-sumber penyakit, termasuk difteri.
"Dia menginfeksi orang yang daya tubuhnya lemah, yang vaksinnya tidak lengkap," jelasnya. (*)