Kemajuan Teknologi Informasi Ancam Eksistensi Tenaga Kerja di Kaltim?

“Kemajuan teknologi merupakan sebuah keniscayaan. Semua serba digital, atau anak-anak menyebutnya dengan Zaman Now,” ungkap Novel.

Penulis: Rafan Dwinanto |
THINKSTOCK.COM
Ilustrasi peluang bisnis digital. 

“Teknologi baru ini bisa dimanfaatkan untuk membuka lapangan kerja bagi diri sendiri. Bisa ikut gojek, jualan online. Jadi, kondisi ini semua bisa dimanfaatkan,” katanya lagi.

Bagi Apindo, kehadiran teknologi juga tak serta merta harus mengurangi tenaga kerja. Justru, tenaga kerja yang ada bisa dialihkan untuk unit usaha baru lainnya.

“Perusahaan yang tadinya pekerjaan manusia 100, bisa ditekan jadi 50, bukan berarti 50-nya harus nganggur. Dengan teknologi baru dan maju, 50 pekerja tadi dibuatkan unit usaha baru,” tutur Novel. 

Sebelumnya, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim, Muhammad Nur menjelaskan, revolusi industri pertama ditandai dengan  lahirnya  mesin  uap, revolusi  industri kedua  dengan munculnya elektrifikasi dan produksi massal, dan revolusi industri ketiga ditandai dengan munculnya teknologi internet.

Di fase revolusi industri jilid IV ini, kata Nur, layanan digital telah mempengaruhi cara masyarakat membuat keputusan.

“Memengaruhi juga cara kita berinteraksi dengan orang lain, dan sekaligus telah mendorong munculnya model-model bisnis baru yang jauh lebih efisien dan inovatif,” kata Nur.

Munculnya berbagai aplikasi sosial media, lanjut Nur, telah mengubah cara manusia berinteraksi, e- commerce atau perdagangan secara online, telah menggeser preferensi masyarakat dari berbelanja di pusat perbelanjaan.

“Fenomena terobosan teknologi ini dikenal dengan nama disruptive technologies. Distruptive technologies inilah yang menjadi motor penggerak utama bergulirnya revolusi digital secara global,” katanya lagi.

BI mencatat, jumlah pengguna internet yang berbelanja secara online di Tanah Air di 2016 mencapai 24,74 juta orang.

Selama setahun terakhir, para pengguna internet tersebut telah membelanjakan uang sekitar 5,6 milliar dollar atau setara sekitar Rp 75 triliun di berbagai e-commerce.

“Dengan kata lain, setiap pengguna e-commerce di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp 3 Juta per tahun. Aktivitas belanja online yang tinggi ini sejalan dengan keaktifan orang Indonesia di berbagai media sosial,” kata Nur. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved