Menjelang Imlek 2569

Hampir Genap Berusia 100 Tahun, Paguyuban Guangdong Samarinda Makin Rukun dan Solid

Ketika itu,aktivitas warga etnis Tionghoa termasuk perayaan Imlek. Begitu larangan dicabut, paguyuban kembali diaktifkan dan berkembang pesat.

Editor: Fransina Luhukay
Muhammad Eliansyah, Ketua Paguyuban Guangdong Samarinda (duduk ketiga dari kiri) dan Hasan Kwan, Wakil Ketua (keempat dari kiri) didampingi pengurus paguyuban berfoto bersama di sela kegiatan sosial, Kamis (1/2/2018). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Perkumpulan Guangdong Samarinda sebenarnya terbentuk sejak tahun 1918 silam. Berawal dari perantauan Lo A Poo dari Desa Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok hingga ke Kaltim menggunakan kapal laut.

Setelah mendapatkan area untuk mengembangkan usaha, Lo A Poo kembali lagi ke kampung halamannya, lalu memboyong keluarganya ke Kaltim. Seiring waktu, Lo A Poo berinisiatif mendirikan perkumpulan warga Guangdoang di Samarinda. Mulanya, sekretariat dibangun di tanah miliknya sendiri di kawasan Jalan Pulau Irian. Ketika itu, mereka lebih banyak melaksanakan kegiatan sosial membantu sesama warga Guangdong.

Namun masa masa pemerintahan Presiden Soeharto, diterbitkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang aktivitas warga etnis Tionghoa termasuk perayaan Imlek. Meski tanpa organisasi, ketika itu para sesepuh tetap berkumpul dan berkomunikasi karena sangat rukun dan solid. Beruntung pada 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967 itu.

Saat itulah para sesepuh menunjuk Agus Sudirman untuk mengaktifkan Paguyuban Guangdong Samarinda. "Para sesepuh memanggil saya, lalu ditunjuk untuk mengaktifkan kembali paguyuban. Saya terima tugas itu tahun 2001," ungkap Agus di sela kegiatan sosial, Kamis (1/2/2018) kemarin.

Agus langsung menghimpun warga Guangdong khususnya pengusaha untuk mencari dana. Awalnya, untuk pertemuan-pertemuan masih menyewa gedung. Selanjutnya berupaya untuk menghimpun dana lalu membeli lahan dan membangun gedung. Ada yang menyumbang tenaga arsitek, material bangunan, pemborong dan lainnya. Tahun 2005 mulai dibangun dalam dua tahun rampung. Tak pelak, Agus pun dipercayakan menjadi Ketua Paguyuban Guandong Samarinda selama dua periode.

Gedung dua lantai di Jl Sentosa Samarinda itu berdiri di lahan seluas 2.000 meter persegi. "Ini semua dilakukan tanpa pamrih, untuk sesama. Kepuasan hati yang lebih penting bagi saya. Ketika ada yang sakit kami kunjungi, meninggal kami bantu. Terutama warga yang kurang mampu," tandasnya.

Menurut Muhammad Eliansyah, Ketua Paguyuban Guangdong, di Samarinda etnis Guangdoang merupakan yang terbesar dan tertua. "Hadir sejak tahun 1918. Kami merupakan suku yang banyak merantau. Nanti pada 26 Agustus 2018, kami memperingati 100 tahun Paguyuban Guangdong. Panitia khusus sudah dibentuk. Nantinya warga Guangdong dari 33 provinsi se-Indonesia dan pengurus pusat akan datang ke Samarinda," tambah Eliansyah.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved