Hoax Ulama Dianiaya Orang Gila dan PKI Ternyata Ulah Muslim Cyber Army, Begini Mereka Beroperasi

dosen sebuah universitas di Yogyakarta itu menulis bahwa sang haji adalah muazzin yang tewas dibunuh orang gila.

net
Ilustrasi 

TRIBUNKALTIM.CO,  JAKARTA - Tak sekedar isu diskriminasi SARA, ternyata kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) juga menyebarkan soal hoax penganiayaan ulama dan PKI.

Selain itu, kelompok ini juga menyebarkan ujaran kebencian terhadap presiden dan beberapa tokoh negara.

"Upaya-upaya provokasi itu seperti menyampaikan isu-isu yang negatif tentang PKI juga tentang penganiyaan ulama," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri , Brigjen Pol Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dikutip Tribunnews, Selasa (27/2/2018).

Hal teresebut merujuk terhadap sejumlah barang bukti yang telah disita polisi saat menangkap lima tersangka.

Dalam barang bukti yang disita, jelasnya, menunjukkan adanya tindak pidana.

"Barang bukti beberapa alat-alat elektronik sudah kita sita untuk kepentingan penyidikan," katanya.

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan pihaknya masih menyelidiki motif dari kelompok tersebut dalam menyebarkan berita hoax

Rencananya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan merilis penangkapan tersangka beserta motifnya pada Rabu (28/2/2018).

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Keamanan menahan lima orang terkait dugaan sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial, yang tergabung dalam kelompok grup WhatsApp The Family MCA.

Lima orang tersangka yang ditangkap, antara lain ML di Tanjung Priok, RSD di Pangkal Pinang, RS di Bali, Yus di Sumedang, dan RC di Palu.

Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.

Selain itu, ada pula konten berisi virus pada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.

Cara Beroperasi

Publik masih ingat tewasnya Haji Bahro yang sempat membuat geger penduduk Majalengka. Belakangan polisi mengungkap pelaku pembunuhan adalah sekawanan perampok yang mengincar harta korban.

Kisah pilu dari sudut Jawa Barat itu pun ramai diulas di koran lokal sebelum meredup dengan cepat. Namun kasus Haji Bahro baru menyita perhatian publik nasional ketika Tara Arsih memutuskan buat membumbui kematiannya dengan sentimen agama.

Lewat akun Facebook-nya, perempuan berusia 40 tahun yang bekerja sebagai dosen sebuah universitas di Yogyakarta itu menulis bahwa sang haji adalah muazzin yang tewas dibunuh orang gila.

Sontak publik media sosial meradang. Teori konspirasi yang mengaitkan serangan sistematis kepada ulama dengan menggunakan orang gila pun bermunculan di dunia maya.

Kini Polisi membekuk Tara Arsih atas dugaan menyebarkan berita palsu. Ia, kata polisi, adalah bagian dari Muslim Cyber Army (MCA).

Polisi kini aktif memburu aktor intelektual lain di balik kelompok penyebar berita palsu dan kabar hoaks tersebut. Sejauh ini 14 orang sudah diamankan.

"Anggota MCA ini, kan, ada ratusan ribu, tapi kami tangkap yang biangnya saja," kata Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar kepada Kompas.

Dalam praktiknya Muslim Cyber Army kebanyakan beroperasi melalui layanan pesan pendek WhatsApp dan media sosial. Mereka rajin melaporkan akun lawan untuk ditutup berbekal ribuan akun palsu. Polisi juga mencatat MCA juga gemar mengirimkan virus untuk melumpuhkan komputer korban.

Pembohongan publik seputar kematian Haji Bahro adalah salah satu modus yang kerap digunakan MCA. Sindikat tanpa struktur baku ini juga aktif menyebarkan isu fiktif seperti kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama atau melakukan kampanye hitam terhadap sejumlah tokoh, termasuk presiden.

MCA adalah kelompok penyebar hoaks kedua yang dibekuk kepolisian sejak maraknya kabar bohong pada Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Sebelumnya kepolisian juga berhasil membongkar sindikat berita palsu, Saracen, yang ketahuan menawarkan jasa menyebar fitnah dengan imbalan uang. Serupa Saracen, MCA beroperasi dari berbagai wilayah di Indonesia.

[Vincentius Jyestha]

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved